Fatwa KedokteranFiqhKesehatan Islam

Pro-kontra Bayi Tabung

Bayi tabung adalah istilah awamnya, sedangkan dalam kedokteran dikenal dengan istilah “artificial insemination” atau inseminasi [pembuahan] buatan. Mengenai pengertian dan macamnya maka lumayan beragam, ada GIFT [Gamete intrafallopian Transfer], IVF [in Vitro fertilization], ZIFT [Zygote intrafallopian Transfer], ICSI [Intracytoplasmic Sperm Injection].

Ringkasnya, bayi tabung intinya usaha mempertemukan sperma dan sel telur, sehingga terjadi pembuahan, baik itu di lakukan diluar rahim [disebut inseminasi ekternal] atau di dalam lahir [disebut inseminasi internal].

Bayi tabung merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan kedokteran modern. Telah berhasil dilakukan dan terbukti. Hal ini memunculkan permasalahan fiqh kontemporer di antara para ulama mengenai bagaimana hukum bayi tabung. Ulama berbeda pendapat mengenai bayi tabung ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang merincinya setelah melakukan diskusi ilmiyah dengan para dokter ahli mengenai rincian cara bayi tabung.

 

Fatwa yang mengharamkan bayi tabung secara mutlak

Fatwa syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah,

س: هل يجوز للرجل أن يسمح للطبيب أن ينقل ماءه إلى زوجته أو ما يغرف بطفل ألأنابيب

 

Pertanyaan: Apakah diperbolehkan bagi seorang laki-laki yang mengizinkan dokter untuk memindahkan/ transfer spermanya ke [rahim] istrinya atau apa yang dikenal dengan “bayi tabung”?

 

الجواب: لا يجوز, لأن هدا النقل يستلزم على الأقل أن يكشف الطبيب عن عورة الزوجة

والاطلاع على عورة النساء لا يجوز شرعا, لا يجوز ارتكابه إلا لضرورة,

و لا نتصور أن يكون هناك ضرورة لرجل كي ينقل ماءه بهذه الطريقة المحرمة ألى زوجته

 

Tidak boleh, karena proses pemindahan ini berkonsekuensi minimalnya sang dokter (laki-laki) akan melihat aurat wanita lain. Dan melihat aurat wanita lain hukumnya adalah haram secara syariat, sehingga tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.

dan tidak bisa dibayangkan keadaan darurat yang mengharuskan seorang lelaki memindahkan maninya ke istrinya dengan cara yang haram ini.

 

و قد يستلزم هذا أحيانا اطلاع الطبيب على عورة الرجل – أيضا –

و هذا لا يجوز, و سلوك هذا الطريق فيه تقليد للغرب في كل ما يأتون و ما يذرون

 

Bahkan terkadang berkonsekuensi sang dokter melihat aurat suami wanita tersebut, dan ini pun tidak boleh. Menempuh cara ini merupakan sikap taklid terhadap orang-orang Barat (kaum kuffar) dalam perkara yang mereka senangi atau (sebaliknya) mereka hindari.

 

و هذا الإنسان الذي لم يرزق ولدا بطريقة الطبيعة, و معنى ذالك أنه لم يرض بقضاء الله و قدره,

و إذا كان الرسول صلى الله عليه و سلم يخص المسلمين غلى أن يسلكوا الطرق المشروعة

في سبيل تحصيل الرزق و الكسب الحلال, فمن باب أولى

أن يخصهم غلى أن يسلكوا السبل المشروعة في سبيل حصول على لولد

 

Seseorang yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan dikarenakan tidak diberi rizki oleh Allah berupa anak dengan cara alami (dengan jima’), berarti dia tidak ridha dengan takdir dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jikalau saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membimbing kaum muslimin untuk menempuh cara yang sesuai dengan syariat dalam mencari rizki dan harta dengan cara yang halal, maka lebih-lebih lagi tentunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai dengan syariat dalam mendapatkan anak.” [Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah hal. 288, Darul Ibnu Hasyim, Koiro, cet. Ke-1, 1423 H]

 

Fatwa syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah

Ketika ditanya mengenai bayi tabung, beliau menjawab,

وبعد يسمى هذا طفل الأنابيب ولا أرى جوازه بل على المسلم

أن يقنع بما كتب الله عليه كما قال تعالى وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا

فهذا قضاء الله تعالى وقدره حيث جعل من النساء عاقرًا

لا تلد ومن الرجال عقيمًا لا ينجب فيرضى العبد ويسلم لحكم الله

 

Hal ini yang disebut bayi tabung, saya tidak melihat hal tersebut boleh, bahkan wajib bagi seorang muslim merasa qona’ah/ridha dengan apa yang Allah tetapkan padanya. Sebagaimana firman-Nya Ta’ala dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki”, ini adalah takdir dan ketetapan Allah Ta’ala dimana Allah menjadikan beberapa wanita mandul yang tidak bisa melahirkan dan menjadikan beberapa laki-laki mandul yang tidak bisa menghasilkan keturunan. Hendaklah seorang hamba ridha dan menerima hukum/ketetapan Allah.

 

ولا يلجأ إلى هذه العمليات التي تستدعي كشف العورات وفتح الفرجين والعمل في الرحم

بعد إدخال الأنابيب لإخراج المني وإخراج البويضة من رحم المرأة

وإخراج الحيوانات المنوية من الخصيتين ونحو ذلك مع التعرض لخروج الطفل مشوهًا معوقًا

إن قدِّر حصوله، فعلى هذا لا أرى جواز هذه العمليات ولو جربت في بعض الناس

فنجحت فذلك من باب المصادفة والمغامرة. نسأل الله العفو والعافية والمعافاة الدائمة والله أعلم .

 

Janganlah melakukan operasi pembedahan seperti ini, karena bisa menyebabkan terbukanya aurat dan dua kemaluan. Operasi pembedahannya pada rahim ,setelah memasukkan alat pembedahan untuk mengeluarkan mani dan mengeluarkan sel ovum dari rahim wanita dan mengeluarkan sel sperma dari kedua testis dan semisalnya kemudian mempertemukannya, untuk menghasilkan anak yang bisa saja tidak sempurna dan tidak mampu hidup/survive. Oleh karena itu, saya tidak melihat bolehnya operasi pembedahan ini. Walaupun telah terbukti pda sebagian manusia dan berhasil. Hal tersebut bisa saja merupakan suatu kebetulan dan spekulasi.

[sumber situs beliau: http://www.ibn-jebreen.com/?t=fatwa&view=vmasal&subid=12208]

 

Fatwa yang membolehkan bayi tabung dengan merincinya

Yaitu fatwa dari Majlis al-Majma’ul-Fiqh al-Islami pada pertemuan rutin mereka yang diadakan oleh Liga Muslim Dunia (Râbithatul-‘âlam al-Islâmi) di Mekah selama dua kali daurah (pertemuan). Para ulama ini berdiskusi juga dengan pakar dan dokter ahli mengenai bayi tabung, kemudian mengeluarkan fatwa sebagai berikut [jika terlalu panjang silahkan baca ringkasan penyusun dibawah]:

Permasalahan bayi tabung termasuk permasalahan terkini yang paling menonjol. Permasalahan ini banyak menyita perhatian masyarakat umum, termasuk para Ulama kaum Muslimin. Permasalahan ini menjadi salah satu tema pembicaraan mereka pada pertemuan rutin mereka yang diadakan oleh Liga Muslim Dunia (Râbithatul-‘âlam al-Islâmi) di Mekah selama dua kali daurah (pertemuan).

Majlis al-Majma’ul-Fiqh al-Islami (Islamic Fiqih Academy) pada daurah ke delapan yang diadakan di markaz Liga Muslim Dunia (Râbithatul-‘âlam al-Islâmi) di Mekah mulai hari sabtu 28 Rabî’ul akhîr sampai dengan tanggal 7 Jumâdil Ula 1405 H, bertepatan dengan tanggal 19-27 Januari 1985, telah memperhatikan beberapa masukan dari anggota majelis seputar keputusan “boleh” yang ditetapkan oleh majelis yang berkaitan dengan inseminasi buatan dan bayi tabung. Keputusan itu dikeluarkan pada daurah ke tujuh yang diadakan dari tanggal 11 sampai dengan 16 Rabî’ul akhîr 1404 H. Teks keputusan tersebut adalah :

“Cara ke tujuh (dari inseminasi buatan-pent), di mana sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, setelah mengalami proses pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim istri yang lain dari pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin madunya yang diangkat rahimnya.”

Majlis memandang hal itu boleh ketika diperlukan dan dengan ketentuan-ketentuan yang sudah disebutkan terpenuhi.

Inti masukan yang diberikan oleh sebagian anggota majelis terkait dengan keputusan di atas adalah :

Istri kedua yang dititipi sel telur yang sudah dibuahi, milik istri pertama ini ada kemungkinan hamil dari hasil berhubungan dengan sang suami, sebelum rahimnya diisi sel telur yang sudah dibuahi tersebut. Kemudian dia akan melahirkan bayi kembar dan akhirnya tidak bisa membedakan antara bayi dari sel telur yang dititipi dengan bayi dari hasil hubungan badannya dengan sang suami. Sebagaimana juga tidak bisa membedakan mana ibu dari bayi yang berasal dari sel telur yang dititipkan dan mana ibu dari bayi yang berasal dari hubungan intimnya. Terkadang bisa saja satu dari calon bayi yang masih berupa segumpal darah (‘Alaqah) atau segumpal daging (Mudhghah) itu mati. Ia tidak bisa keluar kecuali bersama kelahiran calon bayi yang satunya yang tidak diketahui, apakah yang gugur ini bayi yang berasal dari sel telur yang dititipkan itu ataukah berasal dari hubungan intim. Kemungkin-kemungkinan ini menyebabkan terjadinya percampuran nasab dari sisi ibu, mana ibu yang sebenarnya dari dua bayi ini, juga mengakibatkan kerancuan hukum yang menjadi konsekuensinya. Ini juga menuntut al-Majma’ untuk tidak memberikan hukum tertentu tentang jenis keadaan tersebut.

Pada daurah itu juga, majelis mendengarkan penjelasan dari para dokter ahli kandungan dan kebidanan yang hadir saat itu. Mereka menguatkan adanya kemungkinan hamil yang kedua dari hasil hubungan intim dengan sang suami ketika sedang mengandung janin yang berasal dari sel telur yang dititipi. Sehingga akan terjadi percampuran nasab sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Setelah mendiskusikan masalah ini, majelis menetapkan untuk mencabut kembali keputusan “boleh” pada cara ketiga dari tiga cara yang diperbolehkan. Cara ketiga ini disebutkan pada cara (inseminasi buatan) urutan ketujuh dari keputusan al-Majma’ul-Fiqh al-Islâmiy yang dikeluarkan pada daurah ketujuh tahun 1404 H. Dengan ditariknya keputusan boleh ini, maka keputusan al-Majma’ul Fiqh al-Islâmi tentang inseminasi buatan dan bayi tabung adalah sebagai berikut :

 

الْحَمْدُ للهِ وَحْدَهُ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى سَيَِدَنا وَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَ بَعْدُ :

 

Setelah memperhatikan dan mendiskusikan makalah yang disampaikan oleh salah anggota Râbithatul-‘âlam al-Islâmi yaitu yaitu Muhammad az-Zarqa’ tentang at-talqîhus shinâ’i (inseminasi buatan) dan bayi tabung, sebuah permasalahan yang banyak menyibukkan banyak orang, bahkan termasuk permasalahan zaman ini yang paling menonjol di dunia; anggota majelis mendengarkan hasil yang telah dicapai oleh terobosan ilmu dan teknologi ini di masa ini dalam menghasilkan anak dan mengatasi masalah kemandulan.

Dari penjelasan yang cukup memuaskan itu, akhir angota majelis mengetahui bahwa inseminasi buatan adalah usaha untuk mendapatkan anak tanpa melalui proses yang alami, tanpa melalui proses hubungan badan. Inseminasi buatan ini secara garis besar dilakukan dengan dua metode :

1. Pembuahan atau inseminasi terjadi dalam rahim yaitu dengan cara menginjekkan sperma lelaki pada bagian yang sesuai dari rahim wanita

2. Inseminasi diluar rahim, dengan cara memproses antara sperma dan sel teluar wanita pada tabung kemudian setelah terjadi pembuahan baru dimasukkan ke dalam rahim wanita.

 

Pada inseminasi buatan ini mesti terjadi penyingkapan aurat seorang wanita bagi orang yang melakukan proses ini.

Dari materi yang disampaikan oleh panelis dan dari diskusi, anggota majelis dapat mengetahui bahwa cara-cara yang ditempuh untuk melakukan inseminasi buatan ini, baik inseminasi yang terjadi di dalam rahim ataupun yang diluar rahim itu ada tujuh cara, sesuai dengan keadaan yang berbeda-beda. Inseminasi buatan yang dilakukan di dalam rahim ditempuh dengan dua cara, sedangkan inseminasi di luar itu dilaksanakan dengan lima cara sebagaimana kenyataan di lapangan, tanpa memandang hukum halal atau haramnya menurut syari’at.

 

INSEMINASI DI DALAM RAHIM ADA DUA CARA :

Cara pertama :

Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dengan idzin Allah k , dia akan menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim.

Cara kedua :

Sperma seorang lelaki diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri orang lain sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel pada dinding rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang suami mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.

 

INSEMINASI DI LUAR RAHIM ADA LIMA CARA :

Cara pertama :

Sperma seorang suami dan sel telur istrinya, diambil lalu diletakkan pada sebuah tabung sehingga sperma tadi bisa membuahi sel telur istrinya dalam tabung tersebut. Kemudian pada saat yang tepat, sperma dan sel telur yang sudah berproses itu (zigote) dipindahkan ke rahim sang istri, pemilik sel telur, supaya bisa berkembang sebagaimana layaknya janin-janin yang lain. Ketika masa mengandung sudah berakhir, sang istri akan melahirkannya sebagai seorang anak biasa, laki ataupun wanita. Inilah bayi tabung yang telah dihasilkan oleh penemuan ilmiyah yang Allah k mudahkan. Proses melahirkan seperti ini telah menghasilkan banyak anak, baik laki maupun perempuan atau bahkan ada yang lahir kembar. Berita keberhasilan ini telah tersebar melalui berbagai media massa.

Metode ditempuh ketika sang istri mengalami masalah pada saluran sel telurnya.

Cara kedua :

Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara sperma yang diambil dari seorang suami dan sel telur yang diambil dari sel telur wanita lain yang bukan istrinya, dikenal dengan sebutan donatur. Kemudian setelah terjadi pembuahan baru dimasukkan ke rahim istri pemilik sperma.

Cara ini dilakukan ketika sel telur sang istri terhalang atau tidak berfungsi, akan tetapi rahimnya masih bisa berfungsi untuk tempat perkembangan janin.

Cara ketiga :

Pembuahan di luar yang diproses pada tabung-tabung antara sperma laki-laki dan sel telur dari wanita bukan suami-istri. Kemudian setelah pembuahan terjadi, baru ditanam pada rahim wanita yang sudah berkeluarga.

Cara ini dilakukan ketika ada pasangan suami-isteri yang sama-sama mandul, tetapi ingin punya anak; sedangkan rahim sang istri masih bisa berfungsi sebagai tempat pertumbuhan janin.

Cara keempat :

Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara dua benih pasangan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu berhasil, baru ditanamkan pada rahim wanita lain (bukan istrinya) yang bersedia mengandung janin pasangan suami istri tersebut.

Cara ini dilakukan ketika sang istri tidak mampu mengandung, karena ada kelainan pada rahimnya, sementara organnya masih mampu memproduksi sel telur dengan baik. Cara ini juga ditempuh ketika sang istri tidak mau hamil dengan berbagai alasan. Maka dia meminta atau menyewa wanita lain untuk mengandung bayinya.

Cara kelima :

Yaitu cara yang disebutkan di awal pembahasan ini. Dimana sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, lalu setelah mengalami proses pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim istri lain dari pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin madunya yang diangkat rahimnya.-pent

Inilah cara-cara inseminasi buatan yang diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan proses kehamilan.

Majelis juga sudah memperhatikan berita-berita yang terbesar bahwa proses seperti ini memang benar-benar sudah terjadi di Eropa dan Amerika, memanfaatkan hasil penemuan ilmiyah ini dengan berbagai tujuan. Di antara tujuan itu adalah tujuan bisnis, ada juga untuk tujuan yang mereka sebut dengan “Usaha memperbaiki keturunan manusia”. Ada juga untuk memenuhi keinginan sebagian wanita yang tidak berkeluarga untuk menjadi ibu atau keinginan wanita yang sudah berkeluarga namun tidak bisa hamil dengan sebab-sebab tertentu pada dirinya atau pada suaminya. Majelis sudah memperhatikan berbagai instansi yang merealisasikan berbagai tujuan ini; misalnya pengadaan bank sperma. Sebuah tempat penyimpanan sperma berteknologi sehingga bisa tahan lama. Sperma-sperma ini diambil dari orang-orang tertentu atau tidak tentu, sebagai sumbangan atau untuk mendapatkan imbalan.

 

HUKUM SYARI’AT TENTANG HAL INI

Setelah memperhatikan materi yang disampaikan panelis dan mendapatkan informasi tambahan yang memadai dari sumber-sumber yang bisa dipertanggung jawabkan seperti berita yang disebarluaskan melalui media massa serta melalui diskusi dalam menerapkan kaidah-kaidah syari’ah dalam masalah ini, akhirnya majelis memutuskan beberapa hal berikut :

Pertama : Hukum-hukum yang bersifat umum :

1. Dalam kondisi bagaimanapun, seorang wanita Muslimah tidak diperbolehkan membuka aurat dihadapan orang yang tidak halal berhubungan badan dengannya, kecuali untuk tujuan yang diperbolehkan syariat.

2. Keinginan wanita untuk sembuh dari suatu penyakit yang dideritanya atau ketidaknormalan (abnormal) pada tubuhnya yang menyebabkannya merasa terganggu, dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan syari’at. Untuk tujuan pengobatan seperti ini, wanita tersebut boleh membuka auratnya kepada selain suaminya. Tentunya hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

3. Ketika membuka aurat seorang wanita dihadapan selain orang yang halal berhubungan badan dengannya hukumnya mubah (diperbolehkan) untuk sebuah tujuan yang syar`i, maka wajib yang melakukan pengobatan itu adalah dokter perempuan Muslimah jika memungkinkan. Kalau tidak ada, maka dokter perempuan yang bukan muslimah. Kalau tidak ada, baru dokter laki-laki Muslim dan kalau tidak ada, baru menggunakan tenaga dokter laki-laki yang bukan muslim.

 

Saat proses pengobatan, tidak diperbolehkan berkhalwat (berdua-duaan) antara dokter laki-laki dengan sang pasien wanita; ia harus didampingi oleh suami pasien atau wanita lain.

Kedua : Hukum inseminasi (pembuahan) buatan

1. Keinginan seorang wanita yang sudah berkeluarga yang tidak bisa hamil dan keinginan sang suami untuk mendapatkan anak dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan syari’at. Tujuan ini bisa dijadikan alasan untuk melakukan pengobatan (jika terkendala-pent) dengan cara-cara inseminasi buatan yang dibenarkan syari’at.

2. Cara (inseminasi buatan yang) pertama (yaitu sperma diambilkan dari seorang lelaki yang sudah berkeluarga lalu diinjeksikan ke dalam rahim sang istri yang dijelaskan pada saat menguraikan cara pembuahan yang terjadi di dalam rahim) merupakan cara yang diperbolehkan menurut syari’at dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan umum yang disebutkan di atas. Ini dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri memerlukan proses ini supaya bisa hamil.

3. Cara ketiga (kedua benih, sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri; kemudian proses pembuahannya dilakukan pada tabung. Setelah terjadi pembuahan, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke rahim wanita pemilik sel telur tadi), awalnya cara ini merupakan cara yang bisa diterima menurut tinjauan syari’at. Namun cara ini tidak bisa lepas sama sekali dari berbagai hal yang bisa menimbulkan keragu-raguan. Maka sebaiknya cara ini tidak ditempuh kecuali ketika sangat terpaksa sekali serta ketentuan-ketentuan umum yang di atas sudah terpenuhi.

4. Pada dua cara yang diperbolehkan ini, majelis Majma’ul Fiqh al Islâmi menetapkan bahwa nasab si anak dihubungkan ke pasangan suami istri pemilik sperma dan sel telur, kemudian diikuti dengan hak waris serta hak-hak lainnya sebagaimana pada penetapan nasab. Ketika nasab ditetapkan pada pasangan suami istri, maka hak waris serta hak-hak lainnya juga ditetapkan antara si anak dengan orang yang memiliki hubungan nasab dengannya.

5. Sedangkan cara-cara inseminasi buatan lainnya dalam proses pembuahan di dalam dan di luar rahim yang telah dijelaskan di depan; merupakan cara-cara yang diharamkan dalam syari’at Islam, tidak ada alasan untuk memperbolehkan salah satunya. Karena kedua benih, sperma dan sel telur dalam proses tersebut tidak berasal dari satu pasangan suam istri. Atau karena wanita yang menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin tersebut adalah wanita ajnabiyah (orang lain).

 

Demikian keputusan ini, dan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan yang terjadi pada inseminasi buatan secara umum, termasuk pada dua cara yang diperbolehkan secara syar’i di atas; seperti kemungkinan terjadinya penyampuran sperma atau sel telur yang sudah dibuahi pada tabung, terutama ketika inseminasi buatan ini sudah banyak dilakukan dan tersebar luar, maka majelis Majma’ul Fiqh al Islâmi memberikan nasehat kepada orang-orang yang ingin berpegang teguh dengan agama mereka untuk tidak melakukan cara-cara ini. Kecuali ketika sangat terpaksa disertai dengan extra hati-hati dan kewaspadaan yang tinggi agar jangan sampai terjadi percampuran sperma atau sel telur yang sudah dibuahi.

Inilah pandangan majelis Majma’ Fiqh al Islami tentang masalah ini yang sangat berkaitan dengan agama. Dengan memohon kepada Allah k agar apa yang ditetapkan ini benar. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02//Tahun XIII/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016. Sumber: http://almanhaj.or.id/content/2689/slash/0] [fatwa yang sama terdapat pada buku Fatwa-fatwa medis kontemporer hal. 68, Pustaka Arafah]

 

Ringkasan dari fatwa di atas

-Bayi tabung haram jika sumbernya selnya tidak berasal dari sepasang suami istri yang sah, dan haram jika tempat menaruhnya hasil pembuahannya bukan di rahim istri.

-Bayi tabung boleh jika sumbernya selnya berasal dari sepasang suami istri yang sah dengan penekanan merupakan jalan paling terakhir yang ditempuh.

-Salah satu alasan diperbolekan adalah untuk pengobatan dan penyembuhan penyakit mandul

-Sangat diupayakan bahwa yang melakukan operasi bagi wanita dengan urutan prioritas pertama dokter wanita muslim, dokter wanita non-muslim, dokter laki-laki muslim dan dokter laki-laki non-muslim

 

Silahkan memilih

Demikianlah kita melihat ada perbedaan pendapat diantara para ulama, mereka menimbang mana yang lebih besar mashlahat dan mafsadatnya. Menurut pendapat kami pribadi, silahkan memilih pendapat yang mana lebih anda tenang padanya berdasarkan ilmu.

Dan pendapat kami pribadi, kami lebih condong pada pendapat yang membolehkan dengan merincinya. Karena kemandulan adalah salah satu penyakit dan jika bisa diobati maka bisa dilakukan pengobatan tersebut, sebagaimana operasi pembedahan penyakit jantung dan hati. Dimana semua operasi umunya membuka aurat.

Misalnya salah satu contoh penyakit mandul, yaitu ovarium yang menghasilkan sel telur berfungsi dengan baik, kemudian rahim berfungsi dengan baik juga, akan tetapi saluran tuba yang menghubungan keduanya mengalami kerusakan seperti ada kista, penyempitan dan sumbatan. Maka tidak akan bisa terjadi kehamilan.

Demikian juga Fatwa MUI yang selaras dengan fatwa Majlis al-Majma’ul-Fiqh al-Islami. Bayi tabung juga sudah diatur dalam UU negara mengenai status dan pewarisan.

[sumber: http://www.bayitabung.net/tag/fatwa-mui/, http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/05/08/114856-apa-hukum-bayi-tabung-menurut-islam-, http://www.bayitabung.net/73/mengurai-hukum-bayi-tabung/]

 

disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid

19 Dzulhijjah 1432 H betepatan 15 November 2011

penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

9 Comments

  1. Jazakallah khairan..
    sekedar informasi, di kota tempat saya tinggal ada dokter kandungan (seorang muslin dan haji) yang dengan tak merasa salah sedikitpun mengatakan dia pernah beberapa kali melakukan inseminasi buatan dengan sperma donor.. dan dia katakan itu sah saja.. saya betul2 khawatir artinya sudah banyak ummat Islam yang terpedaya dengan logika dokter tersebut..

  2. Berdasarkan sebuah riset di Denmark yang dilakukan pada tahun 2009 menyebutkan bahwa, ‘dalam kurun waktu 5 tahun ini, pasangan yang mencoba program bayi tabung, hampir 70% pasangan berhasil memiliki minimal satu orang anak.’ Jika dilihat fakta dari hasil penelitan tersebut, sudah jelas bahwa program bayi tabung memang benar-benar menjadi sebuah solusi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button