Hari Ini Tidak Puasa Dan Baru Ada Berita Tadi Malam Nampak Hilal Ramadhan
Bagaimana jika terjadi keadaan seperti ini? Hari ini ia tidak berpuasa karena belum dapat info mengenai sudah nampaknya hilal dan ketika siang harinya baru ia dapat berita , padahal ia tidak berpuasa pada hari itu, sudah makan dan minum paginya.
Maka pendapat terkuat adalah bagi yang belum makan hari itu hendaknya melanjutkan puasa dan bagi yang sudah makan hari itu hendaknya menahan diri (dari pembatal puasa) di sisa hari sampai waktu berbuka. Dan tidak ada qhada puasa untuk hari itu. Akan tetapi jika ingin mengqhadanya maka ini lebih berhati-hati.
Berikut pembahasannya:
إذا تبيَّن في يوم الشك أنه من رمضان:
كأن يكون الذي رأى الهلال لم يحضر عند القاضي إلا في أثناء النهار، أو أن يروا الهلال من النهار –قبل الزوال- ونحو ذلك، فلا يخلو من أحد أربعة:
Jika sudah jelas pada hari “syakk” (yaitu sehari sebelum Ramadhan, masih diragukan sudah masuk bulan Ramadhan atau tidak) adalah Ramadhan.
Misalnya ada yang melihat hilal dan baru menyampaikannya kepada qhadi (pemerintah) pada siang harinya atau melihat hilal pada siang hari sebelum matahari tegelincir atau sejenisnya. Maka tidak terlepas dari 4 keadaan:
1- أن يكون قد صام يوم الشك بنية أنه من رمضان –كما هو مذهب الحنابلة- فهذا يجزئه صيامه بلا خلاف.
2- أن يكون قد صام هذا اليوم تطوعًا أو بنية معلقة، فذهب الجمهور إلى أنه لا يجزئه لأنه يجب تعيين النية واعتقاد أنه يصوم رمضان
وقال أبو حنيفة: يجزئه –بناء على أصله في عدم اشتراط النية في رمضان- والإجزاء رواية عن أحمد وهو اختيار شيخ الإسلا، قلت: والأول أظهر من جهة الدليل.
3- أن يصبح ناويًا الإفطار ثم يتيقن أثناء النهار –وقبل أن يطعم أو يشرب شيئًا- أنه رمضان، فقال الشافعي: يتم صومه وعليه الإعادة لأنه لم يبيت النية، وقال أبو حنيفة يجزئه.
4- أن يصبح مفطرًا ثم يتيقن أثناء النهار أنه من رمضان بعد ما طعم وشرب، فيجب عليك الإمساك بقية يومه بلا خلاف، لحديث سلمة بن الأكوع قال: «أمر النبي صلى الله عليه وسلم رجلاً من أسلم أن أذن في الناس: أن من أكل فليصم بقية يومه، ومن لم يكن أكل فليصم، فإنه اليوم يوم عاشوراء» وقد كان واجبًا حينها، ثم عليه قضاء هذا اليوم لأنه لم يبيِّت النية من الليل، وهذا مذهب الشافعية والحنابلةوذهب شيخ الإسلام ابن تيمي إلى أنه لا يلزمه –والحالة هذه- أن يقضيه، لأن القضاء يفتقر إلى دليل –لا سيما مع عدم التفريط- وأجاب عن عدم النية بأن النية تتبع العلم، وأن الله تعالى لا يكلف أحدًا أن ينوي ما لم يعلم، والعلم لم يحصل إلا أثناء النهار وهو مذهب وجيه، لكن الأحوط قضاؤه، والله أعلم.
1.bisa jadi ia puasa pada hari “syakk” (ia puasa pada siang hari itu) dan ternyata sudah masuk Ramadhan maka puasanya sah tanpa khilaf sebagaimana mazhab Hambali
2.ia puasa sunnah pada hari itu (hari syakk) atau puasa dengan niat “muallaq” (belum jelas dan ditentukan). Maka Jumhur berpendapat bahwa puasanya tidak sah saat itu karena ia wajib menentukan niat dan berkeyakinan bahwa hari itu sudah masuk bulan Ramadhan. [AL-Majmu’ 6/270]
Abu Hanifah berkata, “puasanya sah, berdasarkan pendapat hukum asalnya tidak ada syarat niat memasuki bulan Ramadhan.”. sebagaimana pendapat Ahmad dan yang dipilih oleh Syaikhu Islam Ibnu Taimiyyah [Al-Mabsuth 6/30)
Penulis (Abu Malik Kamal bin As-Sayyid hafidzahullah ) berkata,
“pendapatt pertama lebih kuat dari sisi dalil (yaitu tidak sah)”
3.hari itu ia berniat tidak puasa kemudian ia yakin bahwa hari ini sudah masuk Ramadhan akan tetapi ia belum makan dan minum.
Maka Imam Asy-Syafi’i berpendapat, “hendaknya ia menyempurnakan (melanjutkan) puasanya dan ia wajib mengulang (qhada) karena ia belum berniat.”. sedangkan Abu Hanifah berpendapat puasanya sah pada hari itu
4.pada hari itu ia tidak berpuasa, kemudian ia yakin sudah masuk Ramadhan di siang harinya sedangkan ia sudah makan dan minum, maka wajib baginya menahan diri (dari pembatal puasa) di sisa hari itu (sampai berbuka). Pendapat ini tidak ada khilaf.
Sebagaimana Hadits Salamah bin Akwa’,
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada seseorang agar mengumumkan kepada manusia: bagi yang sudah makan hendaknya berpuasa disisa hari dan bagi yang belum makan dan minum hendaknya berpuasa. Karena hari ini adalah hari ‘Asyura’ (saat itu hukumnya masih Wajib). [HR. Bukhari no. 2007]
Ini adalah kewajiban baginya dan wajib mengqhada puasa pada hari itu karena tidak berniat pada malam harinya. Ini adalah mazhab Syafi’i dan Hanabilah [Al-Umm 2/95, Al-Kaafi 1/350]
Sedangkan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [Majmu’ Fatawa 25/110] yang mewajibkan ia puasa pada hari itu dan tidak wajib mengqhadanya, karena dalil Syafi’iyyah dan Hanabilah yang mewajibkan qhada butuh dalil, lebih-lebih tanpa adanya kelalaian (karena memang tidak tahu sudah masuk Ramadhan).
Dijawab (pendapat mereka) bahwa ini butuh niat dengan bahwa niat itu mengikuti ilmu. Dan Allah tidak membebankan seseorang ia harus berniat apa yang ia tidak ketahui. Dan ilmu/berita tidaklah ada kecuali pada siang harinya. Inilah pendapat yang lebih tepat. Akan tetapi untuk lebih hati-hati sebaiknya mengqhada. Wallahu a’lam
(Shahih Fiqh Sunnah, Bab Shiyam, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Jilid 2,)
@G. Radiopoetro, 1 Ramadhan 1434 H
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan follow twitter
I absolutely love your blog and find most of your post’s to be just what I’m looking for.
Do you offer guest writers to write content in your case?
I wouldn’t mind composing a post or elaborating on a lot of the subjects you write related to here. Again, awesome website!