Batas Maksimal dan Minimal Haid (Syariat dan Medis)
Secara medis waktu lamanya haid bisa memanjang atau memendek karena gangguan hormon atau penyakit. Misalnya normal haid itu 3-7 hari, maka bisa memanjangan lebih dari 7 hari atau kurang dari 3 hari. Demikian juga panjang siklus haid, bisa memanjang dan bisa juga memendek. Misalnya panjang siklus 15 hari (normalnya 28 hari atau sebulan), maka dalam satu bulan dia bisa mengalami 2x haid, atau siklus memanjang sehingga 2 bulan sekali ia dapat haid.
Berikut istilahnya:
-Menoragi: haid memanjang dari normal
-Brakimenore: Haid memendek dari normal
-Polimenore: siklus haid memendek dari normal
-Oligomenore: siklus haid memanjang dari normal
Ulama juga berbeda pendapat mengenai batas lama maksimal dan minimal haid, tetapi pendapat yang kuat adalah tidak ada batasan maksimal dan minimal haid, dan ini juga didukung oleh fakta secara medis. Dengan alasan:
1.Syariat tidak menetapkan angka pasti lama waktunya
Karena haid adalah masalah yang sangat umum sekali, pasti syariat menjelaskan jika memang ada batasan lamanya
2.Syariat menetapkan illat/alasan bersih haid yaitu bersih dari “kotoran”, kapan bersih darah haid, itulah masa berhentinya haid
3.Ulama berselisih pendapat batasannya dengan angka yang tidak konsisten
Beberapa ulama berpendapat bahwa lama batas maksimal dan minimal haid
Demikian juga dalam Matan Abi Syuja’ Asy-Syaf’iyyah,
وأقل الحيض : يوم وليلة وأكثره : خمسة عشر يوما وغالبه : ست أو سبع
“Batas minimal waktu haid adalah sehari-semalam, batas maksimalnya adalah 15 hari dan umumnya 6-7 hari.”[1]
Imam Abu Hanifah berkata,
أقله: ثلاثة أيام ولياليهن، وأكثره: عشرة أيام.
“Batas minimal adalah 3 hari-malam dan maksimalnya 10 hari.”[2]
Imam Malik berkata,
لا حد لأقله، فلو رأت دفعة كان حيضا، وأكثره خمسة عشر يوماً.
“Tidak ada batas waktu minimal, jika ia melihat satu tetes darah maka itu haid, dan maksimalnya adalah 15 hari.”[3]
Dalam kitab Al-Mugni karya Ibnu Qudamah mazhab Hambali,
مذهب أبي عبد الله لا اختلاف فيه إن أقل الحيض يوم وأكثره خمسة عشر يوما وقيل عنه أكثره سبعة عشر يوما
“Dalam mazhad Imam Ahmad (Abu Abdillah) tidak ada perselisihan bahwa minimal haid adalah sehari sedangkan maksimalnya adalah 15 hari ada juga yang berkata 17 hari.”[4]
Sedangkan pendapat yang lebih rajih, wallahu a’lam bahwa haid tidak ada batasan maksimal dan minimalnya
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
الحَيض، علق الله به أحكامًا متعددة في الكتاب والسنة، ولم يُقَدِّر لا أقله ولا أكثره، ولا الطهر بين الحيضتين مع عموم بلوي الأمة بذلك، واحتياجهم إليه، واللغة لا تفرق بين قدر وقدر، فمن قدر في ذلك حدًا فقد خالف الكتاب والسنة، والعلماء منهم من يحد أكثره وأقله، ثم يختلفون في التحديد . ومنهم من يحد أكثره دون أقله، والقول الثالث أصح : أنه لا حد له لأقله ولا لأكثره
“Mengenai Haid, Allah mengaitkan banyak hukum yang berlaku ketika haid. Allah tidak memberikan batasan Baik minimal dan maksimal. Tidak pula batas hari suci antara dua masa haid, Padahal hal tersebut suatu yang umum di masyarakat dan mereka butuh penjelasan batasan itu. Secara bahasa juga tidak menerapkan batasan tertentu, jika menetapkannya berarti menyelesihi Al-quran dan sunnah.
Di antara ulama, ada yang menetapkan batas masa haid maksimal dan minimal. Namun mereka berbeda pendapat tentang berapa rincian batas tersebut. Ada pula ulama yang memberi batas maksimal masa haid, namun tidak memberi batas minimal masa haid. Dan pendapat ketiga yang lebih benar, bahwa tidak ada batas minimal dan tidak ada batas maksimal masa haid.”[5]
Allah menjelaskan Haid adalah “kotoran” ketika kotoran itu telah berhenti dan suci dari kotoran itulah berhentinya haid dan diperbolehkan melakukan syariat shalat dan puasa.
Firman Allah Ta’ala.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekatkan mereka, sebelum mereka suc” (Al-Baqarah/2: 222)
‘Aisyah diperintahkan suci dari kotoran baru boleh manasik haji dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menetapkan batasan harinya. Beliau berkata kepada ‘Aisyah.
افْعَلِيْ مَا يَفْعَلُ الحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوْفِي بِالبَيْت حَتَّى تَطْهُرِي
“Lakukanlah apa yang dilakukan jemaah haji, hanya saja jangan melakukan tawaf di Ka’bah sebelum kamu suci”.[6]
Demikan pembahasan ini semoga bermanfaat
@laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] Lihat Matan Abi Syuja’ / Ghayah wat taqrib
[2] Fathul Qadir 1/111-112, sumber: http://www.alukah.net/sharia/0/66693/#ixzz48tYWWdQ8
[3] Asy-Syarhul As-Shagir 1/75, sumber: http://www.alukah.net/sharia/0/66693/#ixzz48tYWWdQ8
[4] Al-Mughni hal 325, Darul Fikr, Syamilah
[5] Majmu’ Fatawa 4/251, Majma’ Malik Fahd, Syamilah
[6] HR. Muslim