Fatwa KedokteranFiqhKesehatan Islam

Hukum Membedah Mayat Untuk Keperluan Pendidikan dan otopsi

Salah satu yang mengganjal kami mengenai hal ini adalah hadits larangan mencincang dan menghancurkan tulang mayat.

diriwayatkan oleh Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللهِ وَمَنْ مَعْهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا، ثُمَّ قَالَ: اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ، في سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ -أَوْ خِلَالٍ- فَأَيَّتُهُنَّ مَا أََجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ…

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bila menetapkan seorang komandan sebuah pasukan perang yang besar atau kecil, beliau berpesan kepadanya secara khusus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang bersamanya, lalu beliau mengatakan: “Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah. Perangilah orang yang kafir terhadap Allah. Berperanglah, jangan kalian melakukan ghulul (mencuri rampasan perang), jangan berkhianat, jangan mencincang mayat, dan jangan pula membunuh anak-anak. Bila kamu berjumpa dengan musuhmu dari kalangan musyrikin, maka ajaklah kepada tiga perkara. Mana yang mereka terima, maka terimalah dari mereka dan jangan perangi mereka. Ajaklah mereka kepada Islam, kalau mereka terima maka terimalah dan jangan perangi mereka…” (HR. Muslim)

 

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata,

عن جابر ـ رضي الله عنه ـ أنه قال: خرجْنا مع رسول الله ـ صلّى الله عليه وسلم ـ في جنازة فجلس النبيّ على شَفير القبر وجلسْنا معه، فأخرج الحَفّار عظمًا ـ ساقًا أو عضوًا ـ فذهب ليكسِره، فقال النبي ـ صلى الله عليه وسلم, “لا تكسرْها، فإنّ كسرَك إيّاه ميّتًا ككسرِك إياه حَيًّا، ولكن دُسَّه في جانب القبر” هذا الحديث رواه مالك وابن ماجه وأبو داود بإسناد صحيح

“Aku keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengantar jenazah, beliau duduk di pinggir kuburan dan kami pun juga demikian. Lalu seorang penggali kubur mengeluarkan tulang (betis atau anggota) dan mematahkannya (menghancurkannya). Maka nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Jangan kamu patahkan tulang itu. Kamu patahkan meski sudah meninggal sama saja dengan kamu patahkan sewaktu masih hidup. Benamkanlah di samping kuburan. (HR Malik, Ibnu Majah, Abu Daud dengan isnad yang shahih)

 

Berikut pembahasannya:

قرار مجلس المجمع الفقهي الإسلامي لرابطة العالم الإسلامي بشأن موضوع “تشريح جثث الموتى”

“Ketetapan Majlis AL-Majma’ Al-Fiqhiy Al-Islamiy lirabithil ‘alam Al-Islamiy mengenai Pembedahan mayat”

 

بناء على الضرورات التي دعت إلى تشريح جثث الموتى والتي يصير بها التشريح مصلحة تربو على مفسدة انتهاك كرامة الإنسان الميت ؛

قرر مجلس المجمع الفقهي التابع لرابطة العالم الإسلامي ما يأتي:

“Berdasarkan asas darurat yang mendorong untuk dilakukannya pembedahan mayat dimana Mashalatnya lebih besar daripada mafasadat berupa penghinaan kehormatan manusia/si mayit. Maka Majlis AL-Majma’ Al-Fiqhiy Al-Islamiy lirabithil ‘alam Al-Islamiy menetapkan:

أولاً: يجوز تشريح جثث الموتى لأحد الأغراض الآتية:

أ) التحقيق في دعوى جنائية لمعرفة أسباب الموت أو الجريمة المرتكبة وذلك عندما يشكل القاضي معرفة أسباب الوفاة ويتبين أن التشريح هو السبيل لمعرفة هذه الأسباب.

ب) التحقق من الأمراض التي تستدعي التشريح ليتخذ على ضوئه الاحتياطات الواقية والعلاجات المناسبة لتلك الأمراض.
ج) تعليم الطب وتعلمه كما هو الحال في كليات الطب.

Pertama:

Bolehnya pembedahan mayat dengan salah satu tujuan berikut:

1. Memastikan klaim kejahatan/tindak kriminal untuk mengetahui sebab kematian atau mengetahui jenis tindak kriminal yang dilakukan ketika samar bagi hakim untuk mengetahui sebab kematian serta jelaslah bahwa pembedahan adalah jalan untuk mengetahui sebab tersebut.

2. Meneliti penyakit-penyakit yang memerlukan pembedahan untuk mengetahui tindakan preventif atau pengobatan yang tepat untuk penyakit tersebut

3. Belajar dan mengajarkan ilmu kedokteran sebagaimana yang dilakukan di Fakultas kedokteran [belajar anatomi]

ثانياً: في التشريح لغرض التعليم تراعى القيود التالية:

أ) إذا كانت الجثة لشخص معلوم يشترط أن يكون قد أذن هو قبل موته بتشريح جثته أو أن يأذن بذلك ورثته بعد موته ولا ينبغي تشريح جثة معصوم الدم إلا عند الضرورة.

ب) يجب أن يقتصر في التشريح على قدر الضرورة كيلا يعبث بجثث الموتى.

ج) جثث النساء لا يجوز أن يتولى تشريحها غير الطبيبات إلا إذا لم يوجدن.

Kedua:

Pada pembedahan untuk tujuan pendidikan hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
1. Jika jasad tersebut sudah diketahui orangnya dipersyaratkan orang tersebut telah mengizinkan] sebelum kematiannya atau ahli warisnya mengizinkan setelah kematiannya dan tidak selayaknya membedah mayat yang darahnya “ma’shum” [terjaga, misalnya seorang muslim, kafir dzimmi, dll -pent] kecuali keadaan darurat

2. Wajib membatasi pembedahan sesuai kadar darurat ketika membedah mayat

3. Jasad Wanita hanya boleh dibedah oleh wanita kecuali tidak ditemukan pembedah wanita

ثالثاً: يجب في جميع الأحوال دفن جميع أجزاء الجثة المشرحة.

وقع على هذا القرار كل من: الشيخ عبد العزيز بن باز – رحمه الله- (الرئيس

Ketiga:

Wajib -pada semua keadaan- menguburkan semua bagian-bagian jasad yang sudah dibedah.

Ketetapan ini Ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah sebagi ketua.

Sumber: http://www.saaid.net/tabeeb/15.htm#17

 

Kita perlu juga memperhatikan fatwa syaikh Muhammad Asy-Syinqiti rahimahullah mengenai hal ini. Berikut ringkasan keterangan beliau setelah membawakan pendapat ulama masa sekarang yang membolehkan dan mengharamkan mutlak, beliau berkata merajihkan:

الذي يترجح في نظري – والعلم عند الله – هو جواز تشريح جثة الكافر دون المسلم وذلك لما يلي :

أولا : لأن الأصل عدم جواز التصرف في جثة المسلم إلا في الحدود الشرعية المأذون بها والتشريح ليس منها .

ثانيا : أن الحاجة إلى التشريح يمكن سدها بجثث الكفار ، فلا يجوز العدول عنها إلى جثث المسلمين ، لعظيم حرمة المسلم عند الله حيا أو ميتا .

ثالثا : أن أدلة المنع يمكن تخصيصها بالمسلم دون الكافر  .

رابعا : أن استدلال القائلين بجواز التشريح مطلقا بقياسه على نبش القبر الميت لأخذ الكفن المغصوب مردود بكونه قياسا مع الفارق …

Yang rajih menurut saya [syaikh Asy-Syinqiti] –wal ‘ilmu ‘indallah–  adalah bolehnya membedah mayat orang kafir bukan mayat seorang muslim. Karena pertimbangan berikut:

1. Hukum asalnya tidak boleh melakukan tindakan yang macam-macam terhadap mayat seorang muslim kecuali dalam batas-batas syariat yang diperbolehkan. Dan pembedahan termasuk yang tidak dibolehkan.

2. Kebutuhan untuk pembedahan bisa dipenuhi dengan mayat orang kafir dan tidak boleh berpaling ke mayat seorang muslim karena muliannya derajat seorang muslim di sisi Allah baik ketika hidup maupun mati.

3. Dalil-dalil yang melarang [melarang mencincang dan menghacurkan tulang –pent] mungkin merupakan takhsis/pengkhususan kepada muslim saja tidak pada orang kafir

4. Mereka yang berdalil bolehnya pembedahan secara mutlak mengqiyaskannya dengan bolehnya membongkar kubur mayat untuk mengambil kain kafan yang dirampas, maka qiyas ini tertolak karena merupakan “qiyas ma’al faariq” [qiyas yang tidak sesuai –pent]

ولهذا كله فإنه يترجح في نظري القول بجواز تشريح جثة الكافر دون المسلم ، ولكن ينبغي أن يتقيد الأطباء وغيرهم ممن يقوم بمهمة التشريح بالحاجة ، فمتى زالت ، فإنه لا يجوز التمثيل بالكافر بتشريحه حينئذ ، لأن ما جاز لعذر بطل بزواله والله تعالى أعلم .ا.هـ.

 

Oleh karena itu yang rajih menurut pendapatku adalah pendapat yang membolehkan pembedahan mayat orang kafir dan tidak boleh pada mayat orang muslim. Akan tetapi selayaknya para dokter dan yang lainnya [pemedah mayat] membatasi kepentingan pemedahan mayat sesuai dengan kebutuhan. Jika tidak ada kebutuhan, maka tidak boleh mencincang maupun membedah mayat orang kafir ketika itu. Karena apa yang boleh karena ada udzur maka tidak boleh ketika udzur tersebut hilang. Wallahu ta’ala a’lam.

Sumber: http://saaid.net/Doat/Zugail/74.htm

 

Kesimpulan:

-Untuk keperluan pendidikan [belajar anatomi dan belajar otopsi] diusahakan menggunakan mayat orang kafir

-Mayat seorang muslim boleh dibedah jika ingin diketahui sebab kematiannya untuk otopsi sebagai bukti di pengadilan.

 

Disempurnakan di Asrama Prajabatan LPMP Mataram, -17/05/2012-

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 

 

 

3 Comments

  1. afwan dok, kalo kadavernya udah ada bertahun2 di lab dan kita ga tau identitasnya muslim atau ngga gmn?
    oia, utk kadaver yg perempuan bukankah jg siswa putra perlu bljr jg utk anatomi organ reproduksinya?

    1. jika kita punya kemampuan, misalnya kita jadi kepala lab, maka kita usahakn telusuri, dan jika kita punya wewenang dan kekuasaan, kita ganti saja kadavernya dengan mayat orang kafir [jika kita mampu]
      begitu juga dengan dengan kadaver jika, mampu [pnya kekuasaan dan wewenang] membuat kurikulum/ sistem kesehatan dan mengatur pemisahan dokter laki-laki hanya memeriksa pasien laki2, maka laki2 tidak perlu belajar anatomi organ wanita, atau di minimalkan..

      bagaimana jika terlanjur seperti kasus, saya tidak berani menjawab/ ksi ftwa “tidak mengapa jika sudah terlanjur atau dalam keadaan ini kita terpaksa, karena tidak ada jalan lain lagi”, silahkan tanya kepada ustadz yg berkompeten…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button