Faidah Ringkas

Kohabitasi: Perzinahan Berkedok Latihan Berumah Tangga

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Belakangan ini, muncul pihak-pihak yang mempopulerkan istilah kohabitasi. Ironisnya, sebagian dari mereka justru bangga membicarakannya di depan publik. Kohabitasi diartikan sebagai tinggal bersama dalam satu rumah, kos, atau kontrakan layaknya suami istri. Hidup bersama, berbagi tempat tidur, bahkan melakukan hubungan layaknya suami istri, namun tanpa ikatan pernikahan yang sah.

Ada yang menyebutnya sebagai “latihan berumah tangga.” Padahal, sejatinya ini adalah praktik kumpul kebo. Di Indonesia, kumpul kebo bukan hanya tabu secara moral, tetapi juga melanggar hukum dan dapat diproses secara pidana. Budaya ketimuran yang menjunjung kehormatan keluarga pun menolak keras perilaku ini.

Dalam pandangan Islam, perbuatan ini tergolong zina yang merupakan dosa besar yang diharamkan secara tegas. Meski ada yang berkilah, “Kami hanya tinggal bersama tanpa hubungan badan,” hal itu tetap termasuk perbuatan mendekati zina yang dilarang keras oleh Allah. Mendekati saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini di dalam tafsirnya,

والنهي عن قربانه أبلغ من النهي عن مجرد فعله لأن ذلك يشمل النهي عن جميع مقدماته ودواعيه فإن: ” من حام حول الحمى يوشك أن يقع فيه ” خصوصا هذا الأمر الذي في كثير من النفوس أقوى داع إليه.

“Larangan mendekati zina lebih mengena ketimbang larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya. Terlebih lagi dalam masalah zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan zina.” (Taisirul Karimir Rahman, hal. 457)

Selain itu, Allah juga menetapkan hukuman berat di dunia: bagi pezina yang belum menikah, didera 100 kali cambuk; sedangkan yang sudah menikah, dirajam hingga mati. Hukuman ini berlaku bagi laki-laki maupun perempuan. Di akhirat kelak, pelaku zina azabnya lebih berat lagi. Wal ‘iyadzu billah.

Realitanya, pada praktik-praktik semacam ini, jelas pihak yang paling dirugikan hampir selalu adalah perempuan. Tanpa ikatan pernikahan, laki-laki dapat dengan mudah meninggalkan pasangannya tanpa tanggung jawab yang jelas. Banyak kasus berujung pada kehamilan di luar nikah, bahkan aborsi ilegal yang merusak kesehatan rahim dan meninggalkan trauma seumur hidup.

Kita tidak boleh membiarkan generasi muda terjerumus dalam gaya hidup yang merusak masa depan ini. Mari bersama menjaga akhlak pemuda kita, terutama para perempuan Indonesia, dari tipu daya normalisasi perilaku maksiat. 

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button