Bayar Royalti Jika Memutar Musik di Restoran? Bagaimana dengan Murottal?

[Rubrik: Faidah Ringkas]
Sudah menjadi hal lazim di cafe, restoran, atau hotel: pengunjung akan disuguhi alunan musik untuk menciptakan suasana yang nyaman. Namun, belakangan ini muncul persoalan hukum. Memutar musik di ruang publik tidak gratis, ada kewajiban membayar royalti kepada pemilik hak cipta. Jika diabaikan, bisa berurusan dengan hukum.
Sebagian pihak mengusulkan solusi: mengganti musik dengan suara alam, seperti gemericik air, kicau burung, atau suara hujan. Sayangnya, itu pun sering kali bukan gratis, karena rekaman suara alam juga memiliki hak cipta. Akhirnya muncul ide lain: memutar murottal Al-Qur’an.
Di artikel ringan ini, kami tidak membahas hukum musik. Fokus kita adalah: bagaimana sebenarnya hukum memutar murottal di tempat umum seperti cafe dan restoran?
Pahala Mendengarkan Al-Qur’an
Mendengarkan bacaan Al-Qur’an, baik secara langsung maupun melalui rekaman, jelas merupakan amal shalih yang berpahala. Allah sendiri memerintahkan agar orang yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an diam dan memperhatikannya. Allah berfirman:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila dibacakan Al-Qur’an, perhatikanlah dan diamlah, maka kalian akan mendapatkan rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai bacaan Al-Qur’an dari orang lain. Seperti yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyuruh beliau untuk membaca Al-Qur’an, lantas Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أقْرَأُ عَلَيْكَ، وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ؟!
“Ya Rasulullah, saya membaca Al-Qur’an di depan Anda, padahal Al-Qur’an diturunkan kepada Anda?!”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي
“Aku senang mendengarkan Al-Quran dari bacaan orang lain.”
Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan surat An-Nisa’ sampai ayat 41, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis di penghujung ayat itu. (HR. Bukhari 4583)
Hukum Mendengarkan Al-Qur’an Sambil Beraktivitas
Bagaimana jika Al-Qur’an diperdengarkan, sementara orang sedang sibuk dengan aktivitas lain? Para ulama merinci hal ini:
Pertama, jika aktivitas masih memungkinkan untuk menyimak, misalnya sambil menyetir, bekerja ringan, atau menunggu tidur, maka tidak mengapa. Ia tetap bisa mendapatkan pahala sesuai kadar perhatiannya. Orang yang sedang menyetir, meski pandangan mengarah ke jalan namun telinga bisa mendengarkan Al-Qur’an yang diputar.
Kedua, jika aktivitas tidak memungkinkan untuk menyimak, maka sebaiknya jangan memutarnya. Misalnya di tempat ramai, orang sibuk mengobrol, bercanda, atau bekerja sehingga bacaan Al-Qur’an akan diabaikan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang kebiasaan mendengarkan Al-Quran sebelum tidur, atau ketika belajar atau sibuk dengan pekerjaan. Beliau menjawab:
هذا ليس من الآداب ، ليس من الآداب أن يتلى كتاب الله ولو بواسطة الشريط وأنت متغافل عنه ، لقول الله تبارك وتعالى: ( وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا ) الأعراف/20 ، فلذلك نقول : إن كنت متفرغاً لاستماعه فاستمع ، وإن كنت مشغولاً فلا تفتحه
“Itu bukan adab yang benar. Tidaklah pantas Kitabullah dibacakan, meski melalui kaset, sementara engkau tidak menyimaknya. Karena Allah berfirman: ‘Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah’ (QS. Al-A’raf: 204). Maka kami katakan: jika engkau sedang senggang untuk mendengarkan, maka dengarkanlah. Namun bila engkau sedang sibuk, maka jangan membukanya.” (Liqaa’ al-Baab al-Maftuh, 146/14)
Fakta di lapangan, cafe dan restoran adalah tempat orang berbicara, bekerja, bersenda gurau, bahkan tertawa lepas. Situasi seperti ini membuat mustahil untuk benar-benar menyimak Al-Qur’an. Jika murottal diputar, justru dikhawatirkan terabaikan. Karena itu, menurut hemat kami, solusi terbaik adalah tidak perlu memutar apa-apa. Biarkan suasana tenang tanpa musik maupun suara lain. Dengan begitu, orang bisa fokus mengobrol, bekerja, atau sekadar menikmati makanan tanpa gangguan.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)