Hiburan Untuk Dokter, Perawat Dan Tenaga Kesehatan Tentang “Tunjangan”
Ada beberapa pendapat dari teman sejawat bahwa memang “tunjangan” bagi tenaga kesehatan khususnya di Indonesia agak kurang. Misalnya pendapat-pendapat seperti ini:
-Kita yang begadang malam, mondar-mandir melayani pasien, adrenalin dan jantung berpacu jika ada pasien gawat, resiko tertular penyakit, resiko dituntut jika ada kesalahan, ga ada libur alias tetap masuk kalo hari libur, terus pas sekolah dan belajar juga sama kondisinya, kadang biayanya juga lebih mahal. maka Gaji kita hampir sama dengan pegawai kantoran, tunjangan pun ga seberapa.
-saya dokter jaga, dibayar 100rb per jaga. Sekali jaga 8 jam, kalo shif malam 12 jam. Klo kita hitung per jam sama dengan kurang lebih 13 ribu. Wah kalah dengan tukang parkir, tukang parkir kalo ada mobil 3 dah 6000, motor 10 dah 16ribu.
-saya dokter di puskesmas, dibayar per pasien 2ribu [tarif lainnya masuk ke kas puskesmas], wah kalah dunk dengan tukang cukur, sekali cukur 7ribu sampe 12ribu.
-kalo hakim saja bisa mogok minta naik gaji, kita tenaga kesehatan bisa mogok juga ga?
-dokter tu duitnya lebih karena jam kerja juga lebih [khusus untuk dokter umum, tapi spesialis juga seperti itu, tiap hari subuh2 udah siap visit ke berapa RS dan klinik, pagi sampai siang melayani di poliklinik, siang mungkin istirahat, tapi kadang ga dapat istirahat misalnya ada operasi yang berdiri berjam-jam dengan adrenalin siap menyembur, sore siap visit lagi, trus mulai magrib sampai jam 12 atau jam 1 malam buka praktek. Kadang tengah malam harus bangun ditelpon karena kasus gawat, kalo kasusnya berat harus langsung datang misalnya operasi caesar emergensi]
-saya dapat info dari teman saya yang jadi perawat di luar negeri, tunjangan mereka besar banget, karena pekerjaan-pekerjaan dengan resiko tinggi misalnya pemadam kebakaran, tentara yang pergi bertugas, pilot dll tunjangannya tinggi, nah di indonesia?
Inilah pendapat-pendapat yang terdengar dan terbaca di media-media [semoga bukan sekedar mengeluh]. Memang kita harus bijak menyikapinya, jika memang teman sejawat merasa demikian, solusi terbaik adalah mengikhlaskan pekerjaan kita dan bertawakkal tentunya banyak bersyukur juga. Dan berdoa jua semoga pihak terkait dan berwenang bisa memperjuangkannya. Sebagaimana yang tercermin dalam jawaban syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ketika ditanya:
معروف فضل العلم الشرعي و أنهم ورثة الأنبياء أرجو منكم تبيين ما هو الأجر للأطباء، حيث أنهم يسهرون الليالي في العناية بالمرضى والقراءة والمذاكرة؟
pertanyaan:
“Telah diketahui luas keutamaan ilmu syar’i yang merupakan warisan para nabi. Saya harap kalian bisa menjelaskan apa pahala balasan bagi para dokter. Di mana mereka begadang di malam hari untuk menjaga orang sakit, membaca pelajaran, mempelajari dan mendiskusikannya [pejaran kedokteran masih dianggap berat dan sulit serta butuh keseriusan lebih-pent]”
Beliau menjawab:
لا شك أن لهم أجر بحسب نيتهم وعملهم لأن الطب نفسه ليس مقصوداً لذاته ولكنه مقصود لغيره، لهذا ذهب بعض أهل العلم إلى أن تعلم الطب فرض كفاية ، لابد للمسلمين أن يكون فيهم أطباء ، فألحقوه بفرض الكفاية ، لأن هذا مما تحتاجه الأمة، فإذا قصد الإنسان بعمله هذا القيام بهذا الفرض و الإحسان إلى الخلق فسينال أجراً كثيراً، الإنسان يبيع الشيء فيأثم ببيعه ويشتريه ويبيعه فيثاب ببيعه، لو يأتي هذا الشيء على محتاج وقصدت دفع حاجته ، تثاب أو لا تثاب؟، مع أنك ستأخذ أجراً عوضاً، ولو بعته على شخص يريد أن يقاتل به المسلمين كنت آثماً، فالنيات لها تأثير جداً في الثواب.
“Tidak diragukan lagi bahwasanya mereka mendapat balasan pahala sesuai dengan niat dan amal mereka. karena kedokteran sendiri bukanlah maksud/tujuan utama akan tetapi maksud/tujuan karena ada tujuan lainnya. Oleh karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa mempelajari kedokteran hukumnya adalah fardhu kifayah. Harus ada diantara kaum muslimin yang berprofesi sebagai dokter. Maka [belajar kedokteran] dihukumi dengan fardha kifayah. Karena ini termasuk yang dibutuhkan oleh umat.
Jika seseorang bertujuan dengan pekerjaan ini menjalankan hukum fardhu kifayah dan bermaksud berbuat baik kepada makhluk maka ia akan mendapatkan pahala yang besar. Jika seseorang saja menjual sesuatu, kemudian ia berbuat kesalahan dalam jual belinya, ia membelinya kembali dan menjualnya, maka ia mendapat pahala. Jika seseorang melakukan seperti ini kepada orang yang membutuhkan dan bermaksud menunaikan hajat kebutuhan mereka, apakah dapat pahala atau tidak? Walaupun engkau mengambil upah/bayaran sebagai ganti [dari pelayanan yang diberikan].
Jika engkau menjual sesuatu kepada seseorang yang berkeinginan untuk memerangi kaum muslimin maka engkau berdosa [misalnya menjual senjata-pent]. Demikianlan bahwa niat itu mempunyai pengaruh besar dalam pahala.”[1]
Ada juga hiburan bagi dokter, perawat dan tenaga kesehatan. Mengenai ayat:
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” [QS al Maidah:32]
Ketik syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah ditanya apakah donor darah termasuk dalam ayat diatas, beliau menjawab:
ولعله يدخل في الآية الكريمة، إذا كان الشفاء يتوقف على هذا التبرع بإذن الله تعالى
“Boleh jadi donor darah termasuk dalam ayat yang mulia tersebut. Jika kesembuhan tergantung/terwujud dengan donor darah tersebut-jika Allah mengizinkannya-.”[2]
Donor darah termasuk kegiatan kedokteran. Pelaku donor darah dan tenaga medis, semoga mereka termasuk dalam keutamaan ayat tersebut. So, teman-teman sejawat, tetap semangat! Dengan mengingat-ingat janji Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” ( Ath Thalaaq: 2-3)
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
25 sya’ban 1433 H, Bertepatan 14 Juli 2012
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
ijin share…
silakan