Perselisihan Ulama Apakah Bekam Itu Sunnah atau Mubah
Mungkin selama ini sebagian dari mengetahui bekam adalah sunnah. Perlu diketahui ada peselisihan ulama mengenai hukum bekam (thibbun nabawi), apakah bekam ini sunnah atau bukan sunnah. Dalam hal ini kita harus berlapang dada menerima perbedaan dan saling menghormati, tidak menjadikan perbedaan seperti inisebagai sarana permusuhan. Di mana ulama yang berbeda pedapat saja tidak berdebat dan bermusuhan karena sesama kaum muslimin saling bersaudara. Begitu indahnya ajaran Islam.
Ada dua pendapat dalam hal ini:
1. Pendapat yang menyatakan bekam adalah mubah
Kami akan nukilkan pendapat syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, syaikh Abdul Muhsin Al-Badr haidzahullah, syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah, Abdul Aziz bin Abdullah Ar Rajihi hafidzahullah, Syaikh Abdurrahman bin Nashir al Barrak hafidzahullah
2. Pendapat yang menyatakan sunnah jika dibutuhkan (jika sakit)
Kami nukilkan fatwa syabakah Islamiyah dan syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini hafidzahullah
Perlu diperhatikan, walaupun hukumnya mubah maka bisa berpahala. berpahala karena kita cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, misalnya mendengar hadits beliau berbekam, kita juga berbekam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Ahmad, beliau mengetahui ada hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallami pernah berbekam dan membayar upah satu dinar. Maka beliaupun melakukan hal yang sama
Berikut rincian penjelasannya:
Pendapat yang menyatakan bekam adalah mubah
Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
إن الحجامة داوء لا سنة
“Hijamah (bekam) adalah pengobatan, bukan sunnah”[1]
Dalam kesempatan lain beliau berkata,
فأكل العسل مثلاً حث عليه الشارع الحكيم حين قال فيه شفاء للناس والرسول صلى الله عليه وسلم أيضاً كان يحب العسل ولكن هل نتقرب الى الله بشرب العسل ! لا طبعاً
فالذي يقول أن الحجامة سنه (عبادة ) نسأله هل كان الرسول صلى الله عليه وسلم يتقرب إلى الله عز وجل بالحجامة وما الدليل من قوله صلى الله عليه وسلم
“Meminum madu –misalnya- syariat menganjurkan diminum karena ada firman Allah “sebagai penyembuh bagi manusia” dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai madu akan tetapi apakah kita ber-taqarrub (beribadah) kepada Allah dengan meminum madu? Tentu tidak.
Demikian juga bagi yang mengatakan bahwa bekam adalah sunnah (ibadah), kita tanyakan apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-taqarrub (beribadah) kepada Allah dengan berbekam, apa dalilnya dari perkataan shallallahu ‘alaihi wa sallam?[2]
Syaikh Abdul Muhsin Al-Badr berkata, mejelaskan
وقد جاء في الحديث ما يتعلق بالعسل والحجامة، وكذلك الكي، وأنه يكون فيها شفاء بإذن الله عز وجل، فهذا فيه إرشاد إلى الحجامة لمن احتاج إليها علاجاً، ولكن لا يقال: إنها سنة وإن الإنسان يحتجم ولو لم يكن بحاجة إلى الحجامة.فهذا علاج وتداوٍ، والتداوي يصار إليه عند الحاجة، ولا يتداوى من غير حاجة، فالذي يحتاج إلى الحجامة يحتجم، والذي لا حاجة له إلى الحجامة فليحمد الله على العافية
“Terdapat hadits yang berkaitan dengan madu dan bekam, demikian juga kay. Padanya terdapat kesembuhan dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Ini adalah petunjuk untuk berbekam bagi mereka yang menginginkan kesembuhan. Akan tetapi tidak kita katakan bahwa bekam itu sunnah. Karena manusia berbekam (untuk kesegaran) walapun tidak membutuhkan bekam (ketika sakit), maka ini termasuk pengobatan.”[3]
Syaikh Muhammad Shalih Al Fauzan hafidzahullah berkata,
الحجامة مباحة, فهي علاج مباح لا يقال إنه سنة وأن الذي لا يتحجم تارك للسنة . . لا. هذا من المباحات والعلاج والأدعية من الأمور المباحات.
“Bekam adalah perkara mubah. Ia termasuk pengobatan yang mubah. Tidak dikatakan bahwa ia sunnah, sehingga orang yang tidak melakukan bekam berarti telah meninggalkan sunnah. Tidak dikatakan demikian. Bekam termasuk perkara mubah. Dan pengobatan termasuk salah satu dari perkara mubah.”[4]
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ar Rajihi hafidzahullah ditanya :
السؤال: ما هي الطريقة الصحيحة التي كان يفعلها رسول الله صلى الله عليه وسلم في الحجامة؟
Bagaimana metode yang benar yang dilakukan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bekam ?
Beliau hafidzahullah menjawab :
الجواب: الحجامة دواء، كان النبي يستعملها للعلاج، كان يحتجم في رأسه عليه الصلاة والسلام، وهذه تختلف ولا يقتدى بالنبي فيها؛ لأن هذا من باب العلاج، فالإنسان يذهب إلى أهل الخبرة، ولا يحتكم إلا عند الحاكم؛ لأنه قد تضر الحجامة، وإذا كان محتاجاً إلى الحجامة يحتجم سواءً في الرأس أو في غيره، وهذا ليس من التشريع حتى يقتدى بالنبي صلى الله عليه وسلم، احتجم عليه الصلاة والسلام من باب العلاج وليس من باب التشريع، فكيف تسأل عن هذا وتريد أن تقتدي به في الحجامة؟ لا؛ لأن الأحوال تختلف، إذا كنت محتاجاً إلى الحجامة، وقال أهل الخبرة: إنك محتاج إلى أن تحتجم، سواءً في الرأس أو في الظهر، أو في الفخذ أو في أي مكان فعلى حسب ما يقوله أهل الخبرة.
Bekam adalah pengobatan. Nabi dulu melakukan bekam untuk pengobatan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan bekam pada kepala beliau. Maka perkara bekam ini berbeda-beda dan tidak disyariatkan meneladani Nabi dalam perkara ini, karena bekam masuk dalam pengobatan.
Hendaknya seseorang datang kepada ahli bekam, dan jangan meminta hukum kecuali kepada ahlinya, karena boleh jadi bekam malah membahayakan. Jika dia memerlukan untuk bekam maka bisa bekam, baik pada kepala atau bagian tubuh lainnya.
Maka bekam bukanlah perkara yang disyariatkan, sehingga dianjurkan untuk mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara ini. Beliau melakukan bekam dalam rangka pengobatan, bukan dalam rangka mensyariatkan.
Maka bagaimana Engkau bertanya tentang perkara ini dan Engkau ingin meneladani Nabi dalam masalah bekam ? Tidak, keadaan seseorang itu berbeda-beda. Jika Engkau membutuhkan bekam dan ahli bekam berkata : Engkau butuh melakukan bekam, (maka boleh bekam) Sama saja di kepala, punggung, paha atau tempat lainnya sesuai dengan yang dikatakan orang yang sudah berpengalaman.[5]
Pertanyaan diajukan kepada Syaikh Abdurrahman bin Nashir al Barrak,
السائل يقول: الحجامة هل هي سنة؟
Apakah bekam itu termasuk sunnah?
Jawaban:
Bekam adalah salah satu metode pengobatan, terapi penyakit sehingga dia tergolong perkara adat kebiasaan, bukan perkara ibadah. Perkara yang bukan ibadah yang Nabi lakukan itu menunjukkan bolehnya hal tersebut. Sehingga kesimpulannya, bekam itu hanya kita nilai hanya sebagai perkara mubah.[6]
Pendapat yang menyatakan sunnah jika dibutuhkan (jika sakit)
Dalam fatwa syabakah Islamiyah,
وقد نص الفقهاء على أن الحجامة سنة مستحبة لمن احتاج إليها، ففي الشرح الصغير: وتجوز الحجامة بمعنى تستحب عند الحاجة اليها وقد تجب.
“Ulama menegaskan bahwa bekam adalah sunnah yang dianjurkan ketika ada kebutuhan padanya (misalnya sakit). Maka boleh berbekam, maknanya dianjurkan ketika ada kebutuhan, bahkan bisa terkadang wajib”[7]
Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini ditanya,
السؤال: ما الدليل على أن الحجامة سنة وليست عادة؟
“Apa dalil bahwa bekam adalah sunnah bukan perkara adat (kebiasaan)?
Beliau menjawab:
الإجابة: الدليل على سنية الحجامة حضُّ النبي صلى الله عليه وسلم على تعاطيها في أحاديث كثيرة منها: “إن كان في أدويتكم شفاء ففي شرطة محجم، أو شربة عسل، أو لذعة نار وأنهى أمتي عن الكي”. وأيضاً الأحاديث التي وقَّت رسول الله صلى الله عليه وسلم للمسلم أن يحتجم فيها، مع أحاديث أخرى كثيرة فكل ذلك يدل على السنية
“Dalil akan sunnahnya berbekam adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan pelaksanannya dalam beberapa hadits: “Apabila ada kebaikan dalam pengobatan yang kalian lakukan, maka kebaikan itu ada pada berbekam, minum madu, dan sengatan api panas (terapi dengan menempelkan besi panas di daerah yang luka) dan aku melarang ummatku melakukan kay.
Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan waktu untuk berbekam. Dengan banyaknya hadits yang lain, maka ini menunjukkan sunnahnya berbekam.”[8]
Perkara mubah bisa menjadi ibadah
Terlepas dari ikhtilaf ulama menghukumi, apakah mubah atau sunnah. Maka seandainya kita ambil mubah, maka ia bisa menjadi bernilai pahala karena perkara mubah bisa menjadi pahala sesuai dengan niat atau ia menjadi wasilah untuk ketaatan. Misalnya berbekam agar sembuh sehingga bisa melaksanakan perintah Allah baik hal yang sunnah atau wajib. Sebagaimana tidur yang hukumnya mubah tetapi bisa berpahala.
Mu’aadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata,
أَمَّا أَنَا فَأَنَامُ وَأَقُومُ وَأَرْجُو فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي.
“Adapun aku, maka aku tidur dan sholat malam, dan aku berharap pahala dari tidurku sebagaimana pahala yang aku harapkan dari sholat malamku”[9]
Ataupun bisa menjadi berpahala karena kita cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, misalnya mendengar hadits beliau berbekam, kita juga berbekam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Ahmad, beliau mengetahui ada hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallami pernah berbekam dan membayar upah satu dinar. Maka beliaupun melakukan hal yang sama. Beliau berkata, “Tidaklah aku menulis suatu hadits melainkan aku telah mengamalkannya, sehingga suatu ketika aku mendengar hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hijamah (bekam) dan memeberikan upah kepada ahli bekam (Abu Thaybah) satu dinar, maka aku melakukan hijamah dan memberikan kepada ahli bekam satu dinar pula”[10]
Demikian yang bisa kami bahas, semoga bermanfaat
@Markaz YPIA, Yogyakarta tercinta
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan follow twitter
[1] Syarh Shahih Bukhari, sumber: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=10279
[2]Sumber: http://www.uaetd.com/vb/showthread.php?t=13624&page=59
[3] syarh sunan abu Dawud, sumber: http://audio.islamweb.net/audio/Fulltxt.php?audioid=171819
[4] Sumber : مجلة الفرقان, العدد 467- الإثنين 9 ذو القعدة 1428 ه
http://abukarimah.wordpress.com/2012/04/21/hukum-bekam/
[5] Sumber : http://audio.islamweb.net/audio/index.php?page=FullContent&audioid=191546
[6] Sumber: http://www.islamlight.net/albarrak/sounds/save/tagryrat/a131.rm
[7]Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=28338
[8] Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/8238
[9] HR Al-Bukhari no 6923 dan Muslim no 1733
[10] Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam Manaqib Ahmad, hal : 232
Berbekam ialah suatu kaedah rawatan dikalangan masayarakat Eropah kunu dan bukan bermula kerana syariat Nabi semata. Namun dengan pemahaman lebih jelas tentang penyakit dan penyebabnya serta penemuan methodologi rawatan yang berkesan kaedah ini tidak lagi digunakan dikalangan orang yang bertamadun. Saya sebagai pengamal perubatan tidak terfikir untuk mengguna kaedah ini kerana tidak logik. Mengeluarkan darah dengan kuasa hampagas (vacuum)seperti juga mengambil darah untuk ujian atau menderma darah. Ia mengurangkan jumlah darah dan hemoglobin pembawa oksijen. Tiada tapisan kotoran mungkin berlaku dan dengan itu tiada sebarang faedah didpati. Malah risikonya seperti jangkitan mungkin berlaku.
Nabi bukan di utuskan untuk mengajar kita ilmu perubatan. Nasnya ada didalam hadis berhubung dengan kisah pendebungaan pokok tamar sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
عَنْ رَافِع بْن خَدِيجٍ قَالَ قَدِمَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يَأْبُرُونَ النَّخْلَ يَقُولُونَ يُلَقِّحُونَ النَّخْلَ فَقَالَ مَا تَصْنَعُونَ قَالُوا كُنَّا نَصْنَعُهُ قَالَ لَعَلَّكُمْ لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا كَانَ خَيْرًا فَتَرَكُوهُ فَنَفَضَتْ أَوْ فَنَقَصَتْ قَالَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ دِينِكُمْ فَخُذُوا بِهِ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ رَأْيٍ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
Diriwayatkan daripada Rafi’ bin Khadij katanya, Rasulullah s.a.w. datang ke Madinah dalam keadaan penduduk Madinah itu mendebungakan pokok tamar. Mereka mengatakan mereka mengahwinkan pokok tamar. Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Apa yang kamu lakukan? Mereka menjawab: “Kami sering kali melakukannya. Baginda bersabda, boleh jadi kalau tidak melakukannya tentu lebih baik. Kemudian mereka tidak melakukannya lalu buah menjadi tidak bermutu atau kurang. Rafi’ berkata: Mereka pun mengadu hal kepada baginda dan baginda bersabda: “Sesungguhnya aku seorang manusia, apabila aku memerintah kepada kamu dengan sesuatu urusan agama kamu maka hendaklah kamu berpegang dengannya dan apabila aku memerintahkan kamu dengan sesuatu pandangan aku sendiri maka aku hanyalah seorang manusia.”
Seperti perakuannya, Nabi (SAW) bukan pakar pertanian dan juga bukanlah pakar perubatan.
Malahan penduduk Malaysia pada tahun limapuluhn dan awal enampuluhan kerap mengadakan majlis berbekam. Pada tahun tujuhpuluhan majlis begini beransur hilang dengan kesedaran orang Melayu tentang sains dalam perubatam. Ia langsung pupus ditahun lapanpulahan. Namun ditahun duapulahan ia muncul kembali dengan lambakan para ustaz yang mencari rezeki dengan ugama dan menjaja hadis nabi untuk kepentingan ekonomi.
Doktor perubatan berugama Islam seperti saya pun tahu mengenai hadis ini namun tidak tergamak untuk mengesyorkan kaedah berbekam kerana berlawanan denagn prinsisp yang kami belajar. Malah ada lagi Hadis nabi yang tidak dipakai doktor malahan orang ramai seperti ungkapan “tiada jangkitan pada penyakit” dan “kalau lalat terjatuh kedalam minuman tenggelamkan dia dan air itu selamat diminum” keduanya dikisahkan sebagai perkataan Nabi besar kita (SAW). Namaun kami pun tahu juga hadith mengenai pendebungaan pohon kurma yang lazim diceritaka semasa saya mengaji dahulu namun tiada kedengaran sekarang (mungkin dosorok para ustaz). Rata rata diadalam Quran Allah menyuruh kita menggunakan akal. Eloklah kita menurut perinatah ini. Usahlah menganggap berbekam itu syariat.