Seandainya Tahu, Engkau Tidak Akan Mau Jadi Follower-Ku
“MasyaAllah followernya sudah banyak sekali ustadz…”
(berkata dalam hati) “follower aku sudah banyak, berarti aku memang orang penting dalam dakwah”
(berkata dalam hati) “sering-sering copas sana, copas sini ah, supaya status tersebar, banyak yang share trus nanti banyak yang follow akun-ku”
“Ustadz, kok ga’ bisa add friend? Aku mau jadi friend ustadz, karena banyak faidahnya, atau aku follow saja ustadz?”
Seandainya engkau tahu
“Seandainya engkau tahu, ternyata aku sering melanggar apa yang aku ucapkan, melanggar apa yang aku jadikan status, melanggar nasehat yang sering aku share, tentu engkau akan tidak simpati setiap melihatku”
“seandainya engKau tahu, ternyata aku sering bermaksiat tatkala sendiri, tatkala hanya berdua saja aku dan Allah yang tahu, tentu engkau akan meludah di tempat atau bahkan di mukaku”
“seandainya engkau tahu, ternyata aku sering masbuk ketinggalan shalat berjamaah”
“seandainya engkau tahu, ternyata aku hanya rajin ketika bersama orang lain saja, agar dipuji dan disanjung”
“seandainya engkau tahu, ternyata aku hanya ramah pada teman-teman saja di luar, di rumah terhadap istri aku kasar dan tidak bertanggung jawab”
Demikianlah orang yang shalih dan tidak menyucikan dirinya sendiri. Ibnu Mas’ud yang memilik banyak pengikut (mengikuti untuk belajar, karena belajar di zaman dahulu demikian, diikuti untuk mengambil faidah dari ilmu, akhlak dan sikapnya).
Akan tetapi beliau berkata,
sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu :
لو تعلمون ذنوبي ما وطئ عقبي اثنان، ولحثيتم التراب على رأسي، ولوددت أن الله غفر لي ذنبا من ذنوبي، وأني دعيت عبد الله بن روثة. أخرجه الحاكم وغيره.
“Kalau kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak akan ada dua orang yang berjalan di belakangku (mengikutiku) dan sungguh kalian akan melemparkan tanah di atas kepalaku, dan aku berangan-angan Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil Abdullah bin Kotoran.”[1]
Demikianlah orang yang berilmu, semakin banyak ilmunya, maka ia semakin banyak mengenal kesalahannya. Maka ia akan berusaha memperbaikinya dan tidak sombong karena ilmunya.
Syaikh Shalih Alu Syaikh berkata,
والمرء كلما ازداد علمه بالله جل وعلا علم أن ذنوبه كثيرة كثيرة كثيرة .
“Seseorang ketika bertambah ilmunya mengenai Allah ‘Azza wa Jalla maka ia akan mengetahui bahwa dosanya sangat banyak dan sangat banyak”[2]
Jangan metazkiyah diri kita sendiri
Dan hendaknya kita jangan menyucikan diri sendiri, mengangap hebat, menganggap banyak jasanya dalam dakwah. Ini semua hanyalah anugrah saja dari Allah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” [An-Najm: 32]
Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuz Abadi rahimahullah menukil penafsiran Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat ini:
فَلَا تبرئوا أَنفسكُم من الذُّنُوب {هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقى} من الْمعْصِيَة وَأصْلح
“Jangan kalian membebaskan diri kalian dari dosa dan Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa/takut dari maksiat dan membuat perbaikan”[3]
Ketika kita takjub terhadap diri sendiri, maka ingatlah ini hanya anugrah Allah dan ketika kita dipuji maka bacalah doa:
اللهم لا تؤاخذني بما يقولون, واغفرلي ما لا يعلمون (واجعلني خيرا مما يظنون
Allahumma laa tuaa-khidzni bimaa yaquuluun, waghfirli maa laa ya’lamuun (waj’alni khoiron mimmaa yadhunnuun)
“Yaa Allah, janganlah Engkau siksa aku dengan sebab (pujian) yang mereka ucapkan, dan ampunilah aku dari (perbuatan dosa) yang tidak mereka ketahui (dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka)”[4]
Demikian semoga bermanfaat
@Gedung Radiopoetro, FK UGM, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan follow twitter
[1] HR.Hakim dalam Al-Mustadrok 3/357 no 5382, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf 7/103 no 34522dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 1/504 no 848, shahih
[2] Dari Kaset ‘Unwan Muwafawat ma’a kalam Ibni Mas’ud
[3] Tanwirul Miqbaas min tafsiri Ibni Abbaas 1/447, Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Libanon, Asy-Syamilah
[4] HR Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no 761 dan dalam Shahihul Adabil Mufrad no 585, dishahihkan oleh Syaikh Albani. Bagian akhir adalah tambahan riwayat Baihaqi dalam Syu’abul Iman 4: 228