Antara Isbal Dan Ushul Fiqh [Pembahasan Ringan]
Bagi mereka yang sudah mengetahui ilmu ushul fiqh maka mereka akan tahu bagaimana pendalilan tidak bolehnya isbal [menjulurkan celana/sarung dibawah mata kaki]. Karena ilmu ushul fiqh membuatnya menjadi jelas dan tidak ada keraguan. Bagi mereka yang belum belajar ilmu ushul fiqh, maka kami berupaya menyajikannya dengan mudah.
Dari sekian banyak dalil larangan isbal, Kita ambil cukup dua dalil saja untuk memudahkan,
1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
“Setiap pakaian yang melebihi mata kaki [isbal] maka tempatnya adalah di neraka” (Bukhari – Muslim dari Abu Hurairah)
2. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya [isbal] dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)
Kami pernah mendengar dalam suatu forum kajian bahwa ini adalah takhsis/pengkhususan sehingga jika tidak sombong, maka tidak mengapa isbal. Dan ini adalah dalil kebanyakan mereka yang membolehkan isbal.
Pembahasan ini bukan masuk ke bab [العام و الخاص] “al-aam wal khosh”/umum dan khusus sehingga bisa tahksis, tetapi lebih tepatnya dan lebih mendekati kebenaran, wallahu a’lam, masuk ke bab [المطلق و المقيد] “al-muthlaq dan Al-muqoyyad”.
Dalil mereka tentang takhsis sehingga boleh isbal berikut ini.
Hadist 1 “Setiap pakaian yang melebihi mata kaki [isbal]” adalah bersifat umum, bisa dengan sombong atau tidak sombong
Hadist 2 “menyeret pakaiannya [isbal] dengan sombong “adalah bersifat khusus yaitu sombong saja.
Jadi jika di-takhsis, ancaman berlaku bagi yang sombong saja. Jadi ancaman-ancaman tersebut hanya bagi mereka yang isbal dibarengi rasa sombong. Jika isbal tidak sombong maka tidak mengapa
Maka kita katakan sekali lagi, bahwa ini penerapan ilmu ushul fiqh yang kurang tepat. Mereka tidak melihat lanjutan kedua hadist tersebut, disitu ada hukum yaitu:
Hadist 1: “tempatnya adalah di neraka
Hadist 2: Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
Maka ini masuk bab “al-muthlaq dan Al-muqoyyad”. Karena ada sebab dan hukum.
Hadist 1:
Sebab: “Setiap pakaian yang melebihi mata kaki [isbal]”
Hukum: “tempatnya adalah di neraka.”
Hadist 2:
Sebab: “menyeret pakaiannya [isbal] dengan sombong”
Hukum: “Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
Dalam bab “al-muthlaq dan Al-muqoyyad”. Ada pembahasan tentang “hamlul muthlaq ‘alal muqoyyad” atau “taqyidul muthlaq”. Yaitu membatasi dalil muthlaq dengan muqoyyad. Berlaku jika, hukumnya sama. Jika hukumnya tidak sama maka dalil tersebut berdiri sendiri-sendiri. Tidak ada pembatasan. Maka dalam kasus ini, Hukumnya berbeda, jadi tidak ada pembatasan. Mari kita lihat
Hukum Hadist 1: “tempatnya adalah di neraka.” Tentu BERBEDA dengan hukum hadidst 2: “Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
Jika masih belum paham dengan uraian ushul fiqh perhatikan pembagian berikut dan logika akan membenarkan:
Hadist 1:
Sebab: “Setiap pakaian yang melebihi mata kaki [isbal]”
Hukum: “tempatnya adalah di neraka.”
Hadist 2:
Sebab: “menyeret pakaiannya [isbal] dengan sombong”
Hukum: “Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
Kemudian kita misalkan ada pernyataan seorang ibu kepada anaknya,
Pernyataan 1: jika kamu pakai baju adikmu, ibu jewer kupingmu
Kemudian ibu tersebut memberi pernyataan lagi setelahnya,
Pernyataan 2: jika kamu pakai baju adikmu dan kamu nakal, maka ibu pukul kakimu.
Maka hukumnya BERBEDA, antara pernyataan 1: ibu jewer kupingmu dan pernyataan 2: ibu pukul kakimu
Seperti hal diatas maka kita dapatkan:
pernyataan 1:
sebab: “kamu pakai baju adikmu
hukum: ibu jewer kupingmu
pernyataan 2:
sebab: kamu pakai baju adikmu dan kamu nakal
hukum: ibu pukul kakimu.
Maka secara logika, jika anak tersebut hanya memakai baju adiknya dan tidak nakal apakah ia selamat dari hukuman yang diberikan oleh ibunya? Tentu TIDAK, dia akan dijewer oleh ibunya.
Apakah bisa diterapkan “takhsis” dalam kasus anak ini? “kamu pakai baju adikmu” adalah bersifat umum, sedangkan “kamu pakai baju adikmu dan kamu nakal” bersifat khusus sehingga bisa “takhsis”, ancaman hanya berlaku jika si anak memakai baju adiknya dan nakal? Tentu TIDAK.
untuk contoh yang lebih mengena lagi, ada polisi bilang kepada seorang preman:
–jika kamu maling , kami penjarakan kamu
–jika kamu maling dan membunuh, kami bunuh juga kamu
apakah jika hanya maling saja kemudian tidak dipenjara? tentu tidak
Kesimpulannya
Begitu juga dengan hadist diatas, jika hanya isbal dan tidak sombong apakah ia selamat dari ancaman Allah? Tentu TIDAK.
Semoga penjelasan yang ringan ini, bisa memahamkan kaum muslimin. Perlu diingat, kami hanya mengambil hanya dua dalil dari sekian banyak dalil tentang larangan isbal. Apakah masih belum cukup bagi mereka yang membolehkan isbal?
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Cileungsi, rumah mertua tercinta
15 Syawwal 1432 H, Bertepatan 14 September 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
artikel https://muslimafiyah.com
siip
wah hebat rae.. lnjutkan
Sudah jelas sekarang, jazakallah khair Ustadz dokter…
Alhamdulillah…
Assalmu alaikum, ustadz dokter, kami mohon ijin memakai gambarnya untuk ilustrasi di artikel kami.
syukran…
wa’alaikumussalam, silahkan
Bismillaah
Kalo celananya dilipet supaya ga isbal gimana a? Soalnya kebanyakan celana saya panjangnya lebih dari mata kaki
Jazakallaahu khair..
Sebaiknya setelah ini dipotong akh, karena ada larangan juga memakai pakaian yg dilipat saat shalat.
Namun jika belum sempat maka melipatnya lebih baik dari pada dijulurkan.