AdabBimbingan IslamFatwa KedokteranFiqh

Batasan Aurat Mayit/Jenazah

Terkadang tenaga medis harus mengurus mayit/jenazah atau pasien yang baru meninggal. Maka selayaknya mereka memperhatikan dan berusaha untuk menutupi aurat mayit serta menjaga kehormatannya. Bagaimana batasan aurat mayit/jenazah? Berikut sedikit pembahasannya.

 

 Aurat mayit sama dengan aurat orang hidup

Dalilnya dalah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تنظر إلى فخذ حي ولا ميت

“Janganlah engkau melihat ke paha orang hidup maupun orang mati.”[1]

Berikut fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

س 2: هل عورة الميت – أقصد الجثة المعدة للتشريح – محرم كما هي محرمة علينا على قيد الحياة، وما العمل إذا؟

ج 2: النظر إلى عورته ميتا كالنظر في عورته حيا، فلا يجوز إلا في الصورة التي رخص فيها في تشريحه؛ للضرورة إلى ذلك.

Pertanyaan:

Apakah aurat mayit –maksud saya kadaver/jenazah yang disiapkan untuk dipotong-potong untuk belajar- apakah  (melihat) auratnya haram sebagaimana haram ketika hidup, apa yang harus dilakukan?

Jawaban:

Memandang pada aurat mayit sebagaimana memandang pada aurat orang hidup, tidak boleh melihatnya keculai pada hal yang diberi keringanan untuk memotong-motongnya. Karena kebutuhan darurat pada hal itu.[2]

 

Orang yang memandikan mayit harus memakai pelapis

Pertanyaan:

س: هل يجوز لمن يغسل الميت أن يكشف عورته أم أنه يجب أن تكون مستورة؟

Apakah boleh bagi yang memandikan mayit menyingkap auratnya atau wajibkah memandikan dalam keadaan tertutup?

1) لا يجوز لمس عورة الميت، ولا النظر إليها، ولا كشفها لا للمغسل، ولا لغيره.

2) من يتولى غسل الميت عليه أن يعمل في يده خرقه حائلة بين اليد والعورة.

Jawaban (ringkasan):

1.tidak boleh menyentuh aurat mayit, tidak boleh juga melihatnya, tidak boleh menyingkapnya baik bagi yang memandikan atau yang lain.

2.bagi yang memandikan mayit, wajib baginya memakai pelapis antara tangan dan aurat mayid (misalnya pakai sarung tangan)[3]

 

Demikian, semoga bermanfaat

 

@Pogung Lor-Yogya, 6 Sya’ban 1434 H

Penyusun:  dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 

silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan   follow twitter

 


[1] HR. Abu Dawud dan Ibnu majah

[2] Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 9421, syamilah

[3] Fatwa ulama yaman, syaikh Muhammad bin Ismail Al-Umrani, sumber: http://olamaa-yemen.net/main/articles.aspx?article_no=11367

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button