Cara Berbakti Terbaik di Masa “Injury Time” Usia Orang Tua
[Rubrik: Faidah Ringkas]
Tidak diragukan lagi bahwasanya berbakti kepada orang tua adalah amalan yang sangat besar nilainya dalam Islam. Allah telah menggandengkan antara hak-Nya dan hak orang tua di dalam Al-Quran. Allah berfirman,
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. An-Nisa’: 36)
Kebaikan-kebaikan mereka yang sangat luas tak akan pernah bisa kita balas. Rasa capek dan lelah yang dialaminya sejak mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya semakin menekankan pentingnya seorang anak untuk memberikan bakti maksimalnya kepada orang tuanya.
Terlebih lagi jika orang tua kita sudah berusia lanjut, di mana biasanya kondisi tubuh mereka mulai lemah, cara berpikirnya sudah tidak seperti ketika masih muda dahulu. Andai saja seorang anak mengetahui betapa besar ganjaran dan keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, niscaya ia akan mencurahkan segenap daya dan kekuatannya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya hingga akhir hayatnya, bahkan setelah mereka wafat.
Di antara bentuk bakti terbaik seorang anak kepada orang tuanya di usia lanjutnya adalah membantu menyibukkan mereka dengan ibadah dan beramal shalih. Orang yang sudah berusia senja sesungguhnya lebih dekat dengan kematian lantaran telah menghabiskan jatah usianya.
Ingatkan mereka untuk lebih memperhatikan amalan-amalan wajib, sebab ibadah-ibadah yang bersifat fardhu ‘ain merupakan kewajiban yang bersifat individual yang harus ditegakkan sendiri-sendiri. Ajarkan berbagai amalan-amalan sunnah yang ringan namun berpahala besar, seperti berdzikir dan membaca shalawat. Ajak menghadiri majelis ilmu, ajak untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat, dan seterusnya.
Selain membantu mereka menghabiskan masa-masa kehidupannya dengan kebaikan, kita sendiri pun insya Allah akan menuai berbagai kebaikan dan keutamaan sebab amalan birrul walidain tersebut. Betapa celaka seorang anak yang masih menjumpai orang tuanya tetapi dia luput dengan pintu surga yang satu ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam haditsnya,
رَغِمَ أنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أنْفُ، قيلَ: مَنْ؟ يا رَسولَ اللهِ، قالَ: مَن أدْرَكَ أبَوَيْهِ عِنْدَ الكِبَرِ -أحَدَهُما أوْ كِلَيْهِما- فَلَمْ يَدْخُلِ الجَنَّةَ
“Celakalah, kemudian celakalah, kemudian celakalah.” Ditanya, “Siapa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mendapati orang tuanya di kala tuanya, baik salah satu atau keduanya, lalu ia tidak dapat masuk surga (karena sebab kedurhakaannya).” (HR. Muslim no. 2551)
Artikel www.muslimafiyah.com | Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK. – Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta