Faidah Ringkas

Islam Agama yang Ilmiah

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Dalam dunia kedokteran, untuk sampai pada suatu keputusan klinis tidaklah sembarangan. Mendiagnosa satu penyakit tertentu atau menetapkan obat pada satu penyakit tertentu misalnya, pada dasarnya tidak mudah. Ada langkah dan proses yang rumit untuk sampai pada keputusan-keputusan tersebut, yang disebut dengan evidence-based medicine (EBM). Secara ringkas EBM adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini yang dapat dipercaya. Bukti-bukti ilmiah ini biasanya akan dijumpai dalam berbagai artikel dan jurnal ilmiah.

Jurnal-jurnal ilmiah yang umumnya dijadikan panduan dan landasan dalam pengambilan keputusan klinis juga harus melewati tahap critical appraisal (kajian kritis), untuk melihat apakah bukti-bukti yang disajikan memang valid dan bermanfaat secara klinis. Hal ini penting, mengingat dalam kenyataannya tidak semua studi memenuhi kriterial metodologi yang valid. Boleh jadi sampelnya tidak cocok, atau pengambilan sampelnya tidak tepat, dan seterusnya.

Sebagai contoh sederhana, penilaian bahwa biji pete enak. Jika pete diberi kepada orang yang sangat lapar, tentu dia akan menjawab enak karena dia butuh segera makan apapun itu. Contoh lain, statemen vaksin berbahaya yang hanya didasari pada jumlah sampel yang sedikit. Tentu dua klaim ini tidak masuk dalam kategori bukti ilmiah yang bisa dipercaya.

Oleh karena itu, klaim-klaim di dunia kesehatan yang kadang kita jumpai hendaknya tidak mudah dipercaya. Bahkan jika ada yang berkata “riset membuktikan” maka harus ditinjau lagi, apakah jurnalnya valid, apakah sudah melewati penelitian kritis atau belum. Demikian dilakukan karena masalah kesehatan serta nyawa manusia bukan perkara sepele.

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah, dalam Islam pun demikian. Beragama harus dilandasi dengan ilmu yang valid, bukan dengan perasaan atau mimpi, bukan juga dengan keterangan satu dua orang yang belum tentu terpercaya. Kita diajarkan untuk bersikap ilmiah dengan mengacu pada dalil Al-Quran dan Sunnah serta keterangan dari para Imam dan ulama yang ahli di bidangnya.

Perhatikan perkataan Imam Ahmad berikut,

إيَّاكَ أنْ تتكلمَ في مسألةٍ ليسَ لكَ فيها إمامٌ

“Berhati-hatilah berkata dalam satu permasalahan yang engkau tidak memiliki pendahulunya.” (Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 11/296)

Contoh lainnya lagi adalah adanya ilmu sanad dalam agama Islam. Ilmu sanad ini sangat ilmiah, kita bisa mengecek keilmiahan suatu pendapat dari ilmu sanad ini. Abdullah bin Mubarak berkata,

إن الإسناد من الدين، ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

“Sanad itu bagian dari agama. Kalau lah tidak ada ilmu sanad, pasti siapaun bisa berkata apa yang dia kehendaki.” (Riwayat Muslim)

Sebelum menetapkan hukum syar’i, harus ditelusuri dalil-dalil yang terkait. Dalil-dalil tersebut pun harus diperiksa keabsahannya, apakah haditsnya shahih atau hasan, atau malah lemah bahkan palsu. Sebelum sampai pada keputusan itu, harus dicek dulu perawinya, apakah terpercaya atau suka berdusta, dan seterusnya. Setelah tahap validitas dalil berhasil, perlu dipastikan lagi apakah benar penempatan dalil tersebut untuk permasalahan ini.

Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button