Islam Sangat Menjaga Pohon, Hutan, dan Ekosistem Alam Agar Terhindar dari Bencana

[Rubrik: Faidah Ringkas]
Ekosistem alam adalah karunia Allah yang wajib dijaga, dilestarikan, dan dihormati. Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi khalifah yang bertanggung jawab atas bumi dan seluruh isinya. Allah Ta’ala berfirman:
كُلُوْا وَاشْرَبُوْا مِنْ رِّزْقِ اللّٰهِ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
“Makan dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 60)
Penebangan pohon dan hutan secara sembarangan tentu termasuk dalam kategori perusakan lingkungan. Dampaknya sangat besar: banjir, longsor, pemanasan global, rusaknya ekosistem, hingga hilangnya habitat makhluk hidup.
Sebagai agama yang sangat peduli terhadap kelestarian alam, Islam melarang pemusnahan pepohonan kecuali untuk kemaslahatan. Bahkan dalam kondisi perang yang biasanya rawan kerusakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap melarang para pemimpin perang untuk menghancurkan lingkungan sekitar.
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَتَلَ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا، أَوْ أَحْرَقَ نَخْلًا، أَوْ قَطَعَ شَجَرَةً مُثْمِرَةً، أَوْ ذَبَحَ شَاةً لِإِهَابِهَا لَمْ يَرْجِعْ كِفَافًا
“Barang siapa membunuh anak kecil atau orang tua (yang sudah renta), membakar pohon kurma, menebang pohon yang berbuah, atau menyembelih seekor kambing hanya untuk diambil kulitnya, maka ia tidak akan kembali dalam keadaan bersih (tanpa dosa).” (HR Ahmad)
Pesan Nabi ini yang disampaikan dalam konteks perang, menunjukkan bahwa dalam keadaan perang pun beliau tetap memerintahkan umatnya untuk memperhatikan lingkungan sekitar. Jika dalam kondisi perang saja dilarang merusak alam, maka larangan tersebut tentu lebih ditekankan lagi dalam keadaan damai.
Sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pun pernah berpesan hal yang sama kepada para pemimpin perang di masanya,
ولا تغرقوا نخلا ولا تحرقوا زرعا، ولا تجسدوا بهيمة، ولا تقطعوا شجرة مثمرة
“… jangan hancurkan kebun kurma, jangan bakar perkebunan, jangan membunuh hewan ternak, jangan menebang pohon berbuah …”
Saking besarnya perhatian Islam terhadap kelestarian alam, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berulang kali memotivasi kaum muslimin untuk menanam pohon sebagai investasi akhirat. Beliau bersabda:
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
“Jika kiamat telah datang, dan ketika itu kalian memiliki cangkokan tanaman, jika kalian mampu untuk menanamnya sebelum Kiamat, maka tanamlah.” (HR Ahmad, no. 12902, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah)
Bahkan menanam pohon termasuk amalan jariyah yang pahalanya akan terus mengalir setelahnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سَبْعٌ يَجْرِيْ لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ وَهُوَ فِي قَبْرِهِ : مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا ، أَوْ أَجْرَى نَهْرًا ، أَوْ حَفَرَ بِئْرًا ، أَوَ غَرَسَ نَخْلًا ، أَوْ بَنَى مَسْجِدًا ، أَوْ وَرَثَ مُصْحَفًا ، أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
“Ada tujuh perkara yang pahalanya tetap mengalir untuk seorang hamba setelah ia meninggal, padahal ia berada di dalam kuburnya: (1) orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan, (2) orang yang mengalirkan sungai (yang terputus pen.) (3) orang yang membuat sumur, (4) orang yang menanam kurma (buah), (5) orang yang membangun masjid, (6) orang yang memberi mush-haf Alquran, dan (7) orang yang meninggalkan seorang anak yang senantiasa memohonkan ampun untuknya setelah ia wafat.” (HR. Al-Bazzar, hasan)
Amalan menanam kurma di sini berlaku untuk seluruh jenis pohon yang bermanfaat.
Karena itu, sebagai seorang muslim kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam yang Allah ciptakan. Semoga Allah menjaga pohon dan hutan kita, khususnya di negeri kita tercinta.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)



