Saudi Bisa Duluan Hari Raya, Padahal Waktu Shalat Indonesia Lebih Dahulu?
Pada tahun ini, untuk ke sekian kalinya hari raya Idul Adha di negara kita kembali berbeda. Ada yang akan berhari raya pada hari Kamis ada pula yang berhari raya pada hari Rabu. Pemerintah RI sendiri secara resmi telah mengumumkan bahwa Idul Adha 1444H jatuh pada hari Kamis, 29 Juni 2023. Hal ini berbeda dengan Saudi Arabia yang bertepatan dengan Rabu, 28 Juni 2023.
Timbul pertanyaan, mengapa hari raya di Makkah Saudi Arabia bisa lebih dahulu 1 hari dari Indonesia, padahal waktu di Indonesia (WIB) lebih cepat 4 jam, mestinya Indonesia lebih duluan berhari raya beberapa jam sebelumnya sebagaimana Indonesia shalat 5 waktu lebih duluan?
Jawaban sederhananya adalah penentuan awal bulan hijriyah patokannya adalah hilal atau bulan baru, sedangkan waktu shalat harian patokannya adalah matahari. Sehingga dari sini saja mestinya sudah menjawab mengapa alasan “4 jam lebih cepat” kurang tepat untuk dianalogikan dalam masalah penentuan awal bulan hijriyah.
Semakin ke arah barat dan bertambahnya waktu, maka posisi hilal akan semakin tinggi dan semakin mudah terlihat. Posisi Arab Saudi lebih barat dari Indonesia, sehingga pada tanggal yang sama, posisi hilal di sana lebih tinggi dan lebih memungkinkan untuk dilihat. Jadi keliru jika memahami karena Indonesia lebih cepat 4 jam dari Arab Saudi, maka mestinya lebih dulu ber-Idul Adha. (Keterangan Dr. H. Adib, M.A., Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag RI).
Dalam penentuan hari raya Idul Adha tahun ini, Indonesia tak sendiri. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang notabene bertetangga dengan Indonesia seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura juga akan merayakan Idul Adha pada hari yang sama yaitu Kamis, 29 Juni 2023.
Penglihatan Hilal di Masing-Masing Negara Jadi Patokan
Kami sendiri lebih condong pada pendapat bahwa hari raya merujuk kepada penglihatan hilal di masing-masing negara, baik Ramadhan, Idul Fitri, demikian pula Idul Adha. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080).
Selain itu, berhari raya bersama pemerintah di negeri ini akan lebih menyatukan kaum muslimin. Tentu kurang nyaman rasanya jika dengan keluarga, sahabat, dan tetangga kita saja berbeda. Kalau harus bersama, maka keputusan pemerintahlah yang lebih layak kita jadikan sebagai rujukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ
“Kalian berpuasa ketika kalian semuanya berpuasa, dan kalian berbuka ketika kalian semua berbuka.” (HR Ad-Daruquthni, no. 385)
Namun perlu digarisbawahi, kami hanya menyampaikan pendapat dan prinsi kami. Jika ada yang berbeda pendapat tentang hari raya ini, maka kami persilakan dan kami pun tidak akan memaksa untuk mengikuti pendapat ini, bagaimanapun sesama kaum muslimin tidak boleh saling memusuhi namun saling mendoakan kebaikan. Kami berdoa berdoa agar di waktu-waktu mendatang, kaum muslimin di Indonesia akan serempak terus dalam berhari raya.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)