Bimbingan IslamFaidah Ringkas
Trending

Tidak Ikut Merayakan Tahun Baru Tetapi Ikut Melihat Kembang Api Dari Rumah

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Dalam beberapa saat ke depan, kita akan melihat sebuah momen perayaan yang dilangsungkan oleh banyak masyarakat di seluruh dunia, yaitu perayaan tahun baru. Ringkasnya, perayaan tahun baru masehi ini menyimpan sejarah yang panjang. Kegiatan ini bukanlah semata kegiatan dunia dan hiburan semata, melainkan kegiatan hari raya yang sejak dulu dirayakan oleh orang-orang kafir. Hematnya, ikut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir.

Islam secara tegas melarang ikut serta merayakan hari raya orang kafir. Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjumpai fenomena perayaan hari raya orang kafir di Madinah, tetapi beliau mengingkari dan mengingatkan bahwa Islam sudah mempunyai dua hari raya yaitu idul fithri dan idul adha. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Dahulu kalian memiliki dua hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.” (HR. Abu Daud no. 1134; An-Nasa’i no. 1556. Shahih)

Secara umum, kita juga dilarang untuk ikut-ikutan kebiasaan kaum kafir karena mengikuti atau menyerupai mereka sama saja dengan menjadi bagian dari mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud no. 4031, dishahihkan oleh Al Albani)

Oleh karena itu, apapun bentuk keikutsertaan dalam perayaan tahun baru adalah terlarang, termasuk ikut hadir menyaksikan perayaan kembang api dan bergembira dengan perayaan tersebut, karena ini berarti membantu meramaikan dan akan semakin menguatkan kegiatan mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Jika tak sengaja melintas karena ada aktivitas yang mengharuskan untuk begadang hingga tengah malam lalu disertai dengan pengingkaran dalam hati, maka insyaallah yang seperti ini tidak berdosa. Tetapi jika sengaja menyaksikannya, menunggu jam 12 malam untuk melihat perayaan tersebut, meski dari rumah dan tidak ikut turun ke lapangan atau jalan, maka ini menunjukkan akan keridhaan dengan perayaan tersebut. Sangat mungkin ia ikut senang dan terharu dengan hiruk pikuk tersebut.

Sebagai seorang muslim, perayaan tahun baru adalah sebuah kemungkaran. Jika kita mampu untuk menghentikannya, maka kita lakukan. Tetapi jika tidak mampu, maka minimal kita melakukan pengingkaran dalam hati. Ini adalah kewajiban yang tidak akan gugur dalam setiap situasi dan kondisi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa juga, maka ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, no. 49)

Oleh karena itu, sikap yang benar dalam melewati malam tahun baru masehi adalah melewatinya sebagaimana melewati malam-malam lainnya, tak ada yang istimewa, demikianlah sikap para ‘ibadur rahman (hamba pilihan Allah). Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“(Orang beriman adalah) orang-orang yang tidak menyaksikan az-zuur (perayaan orang kafir), dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS Al-Furqan: 72)

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button