Belilah Pakaian Bagus Jika Ada Keluasan Rezeki
Ingat! pakaian yang bagus tidak mesti mahal dan mewah serta tidak harus terus-menerus sampai tahap boros. Artinya seorang muslim diperintahkan agar berpenampilan yang baik dan rapi. Berpakaian yang bagus dan indah bukanlah sombong, karena Allah Maha Indah yang mencintai keindahan. Buka pula sombong di hadapan manusia, karena sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Perhatikan hadits berikut,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قاَلَ: إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu. Ada seorang yang bertanya, “Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?). Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”[1]
Termasuk bentuk bersyukur adalah kita menggunakan nikmat harta yang Allah berikan pada diri kita, artinya jangan sampai “pelit terhadap diri sendiri”. Allah mencintai hal ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
“Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah kepada hamba-Nya.”[2]
Bagi suami diperintahkan agar berpenampilan yang bagus di hadapan istrinya. Jangan hanya menuntut istri berhias sedangkan suami hanya “sarungan dan kaosan saja di rumah” tetapi pakailah baju yang bagus apalagi baju pilihan istri. Ini sebagaimana contoh dari Ibnu Abbas.[3]
Termasuk salah paham yaitu beranggapan seorang muslim harus berpakaian lusuh dan kusut terus-menerus. Ini bukanlah Zuhud, karena Zuhud itu adalah amalan hati, yaitu hatinya tidak bergantung pada dunia tetapi orientasinya adalah akhirat.
Imam al-Junaid berkata,
فالزاهد لا يفرح من الدنيا بموجود ولا يأسف منها على مفقود
“Orang yang zuhud tidak bangga karena memiliki dunia dan tidak sedih jika kehilangan dunia.”[4]
Bahkan orang kaya pun bisa zuhud asalkan hatinya tidak bergantung penuh pada hartanya, hartanya digunkan untuk jalan kebaikan dan agama[5]
Memang benar terdapat hadits agar keutamaan meninggalkan pakaian yang bagus dalam rangka tawadhu’[6]. Akan tetapi maksud hadits ini adalah pakaian yang bagus, mahal dan istimewa, sedangkan ia mampu membelinya tetapi karena tawadhu’ kemudian ia tinggalkan.
Al-Munawi menjelaskan,
أَي : لبس الثِّيَاب الْحَسَنَة المرتفعة الْقيمَة (تواضعا لله
“Yaitu (meninggalkan) pakaian yang bagus dan mahal harganya tawadhu karena Allah.”[7]
Demikian semoga bermanfaat
@Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1]H R. Muslim no. 91
[2] HR. Tirmidzi no. 2819, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih
[3] Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata,
إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَتَزَيَّنَ لِلْمَرْأَةِ كَمَا أُحِبُّ أَنْ تَتَزَيَّنَ لِي لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Sesungghnya aku senang berhias untuk istriku sebagaimana aku suka ia berhias untukku karena Allah berfirman “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya.”(HR. At-Thabari di tafsirnya II/453, dan Ibnu Abi Syaibah di Mushonnafnya IV/196 no 19263)
[4] Madarijus-Salikin, 2/10, Darul Kitab Al-Arabiy, syamilah
[5] Silahkan baca tulisan kami: https://muslimafiyah.com/salah-paham-zuhud-itu-harus-miskin.html
[6] Dari Mu’adz bin Anas, ia berkata,
مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسِ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَىِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا
“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan tawadhu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, sedangkan ia sebenarnya mampu, niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk dan ia disuruh memilih jenis pakaian mana saja yang ia kehendaki untuk dikenakan.” (HR. Tirmidzi no. 2481 dan Ahmad 3: 439. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
[7] At-Taisir 2/409