Faidah Ringkas

Fatherless & Ujian Berat Mendidik Anak di Zaman Sosmed

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Di era media sosial seperti sekarang, tantangan terbesar dalam mendidik anak justru datang dari dalam diri kita sendiri. Banyak waktu tersita untuk menatap layar, scrolling social media, chatting sana-sini, hingga tanpa sadar, kita lebih banyak menghabiskan waktu bersama gadget daripada bersama anak-anak kita.

Sebagai orang tua, kita harus sadar bahwa anak-anak yang berada dalam naungan kita adalah amanah besar yang telah Allah titipkan kepada kita yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.” (HR Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)

Menjaga keluarga dari api neraka bukan hanya dengan memberi nafkah atau pendidikan duniawi, tapi dengan kehadiran, bimbingan, dan keteladanan. Terutama para ayah yang kadang tak menyadari peran ini. Memang ibu adalah madrasah utama bagi anak-anak. Tapi jangan lupa, ayah adalah kepala sekolahnya. Jika kepala sekolah lalai, bagaimana bisa madrasah itu berjalan dengan baik?

Ketika ayah abai, maka muncullah fenomena menyedihkan: fatherless society, masyarakat tanpa sosok ayah yang hadir. Ayah ada di rumah, tapi jiwanya entah di mana. Kita merasa sudah berkumpul dengan anak-anak, jalan-jalan bersama, makan bersama. Tapi apakah benar kita hadir? Bukankah seringkali semua sibuk dengan gadget masing-masing?

Kita ada secara fisik, tapi tidak secara emosional. Akhirnya, tidak ada bonding dan ruang untuk membangun kedekatan yang sejati dengan anak. Dulu, banyak dari kita tumbuh dengan kenangan kuat terhadap nasihat orang tua. Kita masih bisa berkata, “Saya tidak lupa pesan ibu saya” atau “Saya masih ingat betul nasihat ayah saya.” Namun kini, sulit rasanya kita berharap anak-anak kita berkata demikian, jika kita tak pernah benar-benar hadir.

Kita yang belajar agama —termasuk saya sendiri— seharusnya menjadi yang paling peka akan pentingnya mendidik anak, memberi waktu, dan membangun kedekatan. Jangan tunggu sampai mereka tak lagi mengingat kita kecuali sebagai orang tua yang selalu sibuk dengan HP-nya. Sisihkan waktu, bukan sisa waktu. Kelak, ketika jasad kita telah menyatu dengan tanah, yang paling kita butuhkan adalah istighfar dari anak-anak kita. Dan istighfar itu lahir dari cinta, kenangan, dan kedekatan yang kita bangun hari ini.

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button