Faidah RingkasRemaja Islam

Menikah Adalah Seni Mengalah

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Dalam kehidupan rumah tangga, banyak orang membayangkan bahwa bahagia itu hadir dari kondisi ideal: pasangan yang sempurna, minim konflik, dan bebas dari masalah. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu. Kebahagiaan dalam rumah tangga bukan muncul karena semua persoalan terselesaikan, tetapi karena masing-masing pihak mau belajar untuk mengalah demi menjaga kebaikan bersama.

Teruntuk para suami, mengalah bukan berarti kalah. Justru di situlah letak kemuliaan Anda sebagai pemimpin keluarga. Allah telah menganugerahkan kepada laki-laki kelebihan berupa keteguhan logika dan kelapangan emosi. Maka sudah sepantasnya suami menjadi yang pertama meredam amarah, tidak mudah terpancing emosi, dan mampu memandang persoalan dengan lebih jernih.

Allah Ta’ala berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya.” (QS. An-Nisa: 34)

Kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga tidak hanya sebatas dalam memberi nafkah atau mengambil keputusan, tetapi juga menjadi teladan dalam akhlak, pengelolaan emosi, dan menjaga keharmonisan keluarga. Terkadang, tingkah istri tampak membingungkan atau sulit dipahami. Namun, hendaknya seorang suami bersabar dan bijak dalam menghadapinya. Allah Ta’ala berfirman:

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)

Perempuan adalah makhluk yang diberi kepekaan perasaan yang lebih dalam. Tak jarang, perasaan mendahului logika, dan dalam situasi seperti inilah suami diuji untuk lebih tenang, lapang dada, dan sabar. Bahkan, meminta maaf meskipun tidak merasa bersalah adalah akhlak mulia yang mencerminkan kedewasaan dan kebesaran jiwa seorang laki-laki.

Lihatlah bagaimana Abu Darda’ bersikap kepada istrinya, Ummu Darda. Dalam Tarikh Dimasyq disebutkan, dari Baqiyah bin Al-Walid bahwa Ibrahim bin Adham berkata, Abu Darda’ pernah berkata kepada istrinya,

إذا غضبت أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان إن لم يكونوا كذا ما أسرع ما يفترقون

“Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha. Dan apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha. Jika tidak maka kita tidak akan menyatu.”
Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah, “Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera berpisah.”

(Tarikh Dimasyq, 70/151)

Menikah adalah seni mengalah. Bukan karena satu pihak lemah, tetapi karena masing-masing ingin menang dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga. Semoga Allah menumbuhkan ketenangan di hati-hati kita, dan menjadikan kita pemimpin yang mampu menuntun keluarga dengan kelembutan dan kebijaksanaan.

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button