Faidah RingkasFiqh

Mengapa Wali Nikah Mesti Laki-Laki?

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Salah satu rukun penting dalam akad nikah adalah keberadaan wali bagi mempelai perempuan yang menyetujui pernikahan tersebut. Bentuknya dengan mengucapkan kalimat ijab qabul dengan mempelai laki-laki, lantas menyerahkan anak perempuan tersebut kepadanya. Tanpa adanya wali, maka pernikahan tersebut batil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

Wanita yang menikah tanpa wali, maka pernikahannya batal, pernikahannya batal, pernikahannya batal.” (HR. Imam yang lima, kecuali Nasa’i)

Wali sendiri selalu dari kalangan laki-laki, yaitu ayah kandung perempuan tersebut, jika tak ada maka kakeknya, lalu kakaknya, dan seterusnya sebagaimana perincian dalam pelajaran fiqih.

Mengapa anak perempuan yang hendak menikah harus meminta persetujuan ayahnya tersebut ketika ingin menikah? Jawabannya, di antara hikmahnya karena penilaian sang ayah yang cenderung lebih bijak dibanding penilaian anak gadis itu sendiri. Secara umum, laki-laki cenderung bisa lebih bijak dengan pertimbangan-pertimbangan logisnya untuk memutuskan anaknya hendak menikah dengan laki-laki siapa. Apalagi yang mengetahui benar bagaimana karakter seorang laki-laki adalah sesama laki-laki.

Berbeda dengan perempuan. Seorang perempuan gadis yang diberi hak untuk memilih sendiri dikhawatirkan didominasi oleh perasaannya semata. Perempuan itu sangat mudah takluk oleh laki-laki, perasaannya mudah tersentuh apabila didekati. Diberikan hadiah, dikirimkan pesan-pesan romantis, tampak baginya status-status facebook yang religi, ditambah modal wajah yang menarik dengan jenggot tipisnya, maka langsung saja gadis tersebut klepek-klepek. Padahal mungkin saja itu tipuan, gimmick-gimmick palsu untuk menarik sang gadis yang diincar masuk dalam perangkapnya.

Adapun penilaian ayahnya, sebagai laki-laki dia akan lebih mengedepankan logika dan pertimbangan jangka panjang. Dia akan melihat apakah betul keseharian pemuda tersebut seperti yang tampak di mata anaknya, dari agamanya, akhlaknya, sikap tanggung jawabnya, siap bekerja keras, dan bermental tangguh. Itulah mengapa, peran seorang ayah ataupun keluarga laki-laki seorang gadis sangat dibutuhkan ketika dia hendak mencari jodoh.

Oleh karena itu, sejak zaman dahulu para sahabat Nabi terbiasa berinisiatif mencarikan jodoh untuk anak gadisnya, demi mendapatkan pendamping yang terbaik untuk anaknya tersebut. Seperti kisah yang masyhur tentang Umar bin Khattab bagaimana ia menawarkan Hafshah kepada lelaki shalih sekelas Utsman bin Affan dan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhum, meskipun pada akhirnya Hafshah bersama dengan lelaki yang lebih shalih yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri.

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button