Penulisan “Insyaallah” yang Baku

Beredar tulisan yang mempermasalahkan penulisan “insyaallah” karena selama ini dianggap salah atau kurang tepat. Mereka mengklaim penulisan yang benar adalah:
“in syaa-a Allaah”
sesuai dengan tulisan Arabnya, yaitu
إِنْ شَاءَ اللهُ
Sedangkan penulisan yang lain dianggap salah.
Perlu kami jelaskan bahwa menyalahkan penulisan lain dan mengklaim kebenaran tunggal dalam hal ini adalah tidak tepat. Karena ini hanya masalah transliterasi bahasa saja. Kita tidak mempermasalahkan orang Inggris yang menulis “inSHaallah” atau negara lain yang menulis “inchaallah”.
Jadi dalam hal ini perlu berlapang dada dan tidak perlu saling menyalahkan. Ini juga mirip dengan perbedaan istilah saja, padahal hakikatnya sama. Sebagaimana kaidah:
ﻻ ﻣﺸﺎﺣﺔ ﻓﻰ ﺍﻻﺻﻄﻼﺡ
“Tidak ada perdebatan dalam istilah (jika hakikatnya sama)”
Kami menjawab klaim mereka ini kurang tepat, dengan beberapa alasan:
1) Bahasa kita adalah Bahasa Indonesia sehingga kita harus patuh pada aturan Bahasa Indonesia. Penulisan yang benar adalah:
“Insyaallah”
Sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.[1]
2) Sebagai Muslim dan orang Indonesia yang taat aturan, kita dihimbau untuk taat pada aturan dan persyaratan yang berlaku.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﺮُﻭْﻃِﻬِﻢْ .
“Kaum muslimin itu (mematuhi) berdasarkan syarat-syarat mereka.” [2]
3) Mungkin ada yang menulis “insyaAllah” dengan membesarkan huruf “A” pada lafal Jalalah Allah.
Ini juga kurang tepat, karena huruf “A” yang dibesarkan itu bukan huruf awal lafal Jalalah Allah, tetapi huruf hamzah pada kata (شَاءَ).
Huruf “A” pada lafal Jalalah Allah adalah “hamzah/alif washal” yaitu huruf alif yang tidak dibaca jika menyambung dengan kata sebelumnya.
Misalnya kata Rasulullah
رَسُولُ اللهِ
Pada kata ini ada juga lafal Jalalah Allah, tetapi “Hamzah/alif washal” tidak dibaca karena menyambung dengan kata “Rasul”.
Sehingga tidak tepat jika ditulis “RasulUllah”.
4) Jika mengklaim yang benar “inshaallah”, maka menulisnya harus konsisten dengan kata lainnya seperti:
musyawarah, masyaallah, mati syahid, dan lain-lain.
Begitu juga jika mengklaim “in syaa-a Allaah”, maka harus konsisten menulis:
Musyawarah, maa syaa-a Allah, dan lain-lain.
Sekali lagi, kami tidak menyalahkan total mereka yang ingin menulis dengan bentuk yang lain, silakan saja. Kami hanya ingin menjelaskan yang lebih dekat pada kebenaran. Wallahu a’lam.
@Pesawat CitiLink Yogyakarta-Jakarta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Catatan kaki:
- Silakan cek: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/insyaallah
- HR. Tirmidzi
Terima kasih penjelasannya, dok. Terima kasih juga utk mengajarkan kepada masyarakat di mana merujuk makna kata bahada indonesia. Kami juga buat artikel yg sama tpi tidak sesempurna tulisan dokter tt insyaallah tsb. Kami menekankan dr sisi linguistiknya saja.
Oya, sebagai tambahan. Kementerian Agama memgeluarkan pedoman transliterasi Arab Latin utk yg menjelaskan padanan’fonem” bahasa Arab yg tidak ada falam BI.
Oya, sebagai tambahan. Dari sisi linguistik, bentuk in syaa allah adalah cara pelafalan atau bentuk fonetis, sedangkan insyaallah adalah bentuk fonemis atau bentuk padanan dalm BI. Bahasa Indonesia cenderung menyerap bentuk bukan lafal spt bahasa Melayu Malaysia karena bentuk lebih ajek dp lafal.
Terima kasih
Azhari Dasman Darnis
Badan Bahasa
Kemendikbud
alhmadulillah, saya ucapkan terima kasih juga, teman2 dari kemendibud telah merumuskan penulisan yang baku