Saat Ibu Bahagia, Rumah pun Bercahaya

[Rubrik: Faidah Ringkas]
Ibu adalah alasan utama terciptanya kenyamanan dalam rumah. Sosoknya yang senantiasa menebar kebahagiaan dan cinta, membuat semua orang betah berlama-lama di rumah. Ketika ayah pulang dalam keadaan lelah sepulang kerja, ibu menyambutnya dengan pijatan, suguhan minuman, dan ketenangan. Ketika anak-anak berkeluh kesah, ibulah yang setia mendengarkan. Alih-alih marah, ibu sering kali menghadapi tingkah anaknya dengan senyuman, disertai nasihat lembut nan meneduhkan.
Benarlah kata seorang penyair Arab,
أمي كغيمة تحمل همومنا جميعًا ولا تمطرنا إلا فرحا
“Ibu selaksa awan, ia menanggung seluruh kesusahan kita, dan ia tidak menghujani kita kecuali dengan kebahagiaan.”
Demikianlah gambaran pengaruh sosok ibu dalam rumah. Keceriaannya akan membuat seisi rumah ceria, dan muramnya akan membuat seisi rumah turut larut dalam kesedihan. Ibu yang bahagia dan mampu menjalani hidup dengan semangat, akan menularkan energi positif kepada keluarganya, terutama anak-anak dan suami. Sebaliknya, ibu yang tertekan dan bersedih dapat membawa nuansa yang sama dalam seisi rumah.
Sebuah penelitian bertajuk The Understanding Society, yang melibatkan 40.000 rumah tangga sebagai responden, menunjukkan bahwa kebahagiaan ibu memiliki pengaruh besar terhadap kepuasan hidup anak-anak. Hasilnya, sekitar 60% anak-anak yang ibunya merasa bahagia melaporkan sangat puas dengan kehidupan keluarga mereka. Sebaliknya, hanya 55% anak-anak yang ibunya tidak bahagia merasa puas dengan kehidupan keluarganya.
(Sumber: https://www.sciencedaily.com/releases/2011/04/110403090320.htm)
Penelitian ini menekankan bahwa kebahagiaan ibu tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga memainkan peran krusial dalam kebahagiaan dan kesejahteraan anak-anaknya. Oleh karena itu, menjaga dan mendukung kesejahteraan emosional ibu adalah langkah penting dalam menciptakan keluarga yang harmonis dan anak-anak yang bahagia.
Tak heran bila Islam memuliakan ibu dengan sangat tinggi. Dalam Islam, potret suami terbaik adalah suami yang paling memuliakan istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada keluargaku.” (HR. Tirmidzi no. 3895, shahih)
Bagi seorang anak, Islam juga mengajarkan bahwa ibu berhak mendapatkan tiga kali lipat perhatian dibandingkan ayah. Dalam sebuah hadits disebutkan, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Wahai Rasulullah, Siapa orang yang harus aku berbakti kepadanya?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Aku bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Aku bertanya, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Aku bertanya, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR Bukhari no. 5971)
Oleh karena itu, jika ingin membahagiakan keluarga, mulailah dari membahagiakan ibu. Memberi ruang bagi ibu untuk tumbuh, didengar, dan dicintai, bukan hanya bentuk penghormatan, tetapi juga kunci keharmonisan rumah. Sebab ketika hati ibu berbunga, seluruh rumah pun ikut berbahagia.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)