Faidah Ringkas

Tidak Semua Anak Harus Jadi Ulama

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Menjadi ulama mungkin menjadi dambaan banyak orang tua muslim saat ini pada anaknya. Fokus berdakwah, mengajar, dan mengajak manusia kepada ibadah serta kebaikan merupakan profesi yang mulia. Tak heran bila banyak orang tua berlomba memasukkan anaknya ke pesantren atau universitas Islam. Fenomena ini tentu menggembirakan, karena semakin banyak orang berilmu dan berdakwah, maka diharapkan kondisi masyarakat pun semakin baik.

Namun demikian, orang tua juga perlu memahami bahwa profesi sebagai ustadz atau da’i –meski mulia– tetaplah salah satu dari sekian banyak jalan kebaikan. Tidak semua anak cocok untuk menjadi ulama. Setiap anak memiliki kecenderungan dan potensi yang berbeda. Ada yang menyukai dunia teknologi, maka bijak jika diarahkan ke bidang IT. Ada yang pandai menggambar, bisa dikembangkan ke dunia seni sesuai koridor syariat. Ada pula yang gemar membaca dan menulis, bisa diarahkan menjadi penulis.

Sebagai orang tua, penting untuk mengamati karakter dan potensi anak, mendengar cita-citanya, dan membimbing sesuai minatnya. Ini lebih bijak daripada harus memaksakan profesi tertentu yang tidak sesuai passionnya. Termasuk profesi ustadz.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun membimbing para sahabatnya sesuai kapasitas masing-masing. Tidak semua sahabat menjadi ulama. Dari ratusan ribu sahabat, hanya Sebagian kecil yang dikenal sebagai ulama yang mengajar dan berbicara di hadapan manusia. Itupun spesialisasi mereka berbeda: ada ahli tafsir, ahli fatwa halal haram, ahli faraidh, dan sebagainya.

Contohnya, Abu Bakar, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, dan ‘Aisyah adalah ulama. Sementara Khalid bin Walid dan Thalhah bin Ubaidillah dikenal sebagai pejuang medan perang. Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf unggul dalam dunia perdagangan. Bilal bin Rabah terkenal sebagai muadzin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menempatkan para sahabat dengan sangat tepat, sesuai karakter dan keahlian mereka.

Semua bidang tersebut adalah jalan dakwah dan jihad. Sebab jihad tidak selalu identik dengan medan perang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﻭَﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻫِﺪُ ﻣَﻦْ ﺟَﺎﻫَﺪَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻓِﻲ ﻃَﺎﻋَﺔِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮُ ﻣَﻦْ ﻫَﺠَﺮَ ﻣَﺎ ﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ

“Mujahid adalah orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam ketaatan kepada Allah dan Muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan Allah.” (HR Ahmad, 6/21)

Oleh karena itu, mari kita sebagai orang tua dan pendidik tidak semata-mata mematok satu bentuk keberhasilan, seperti menjadi ulama atau pendakwah. Setiap anak bisa menjadi pejuang agama dalam jalannya masing-masing. Tugas kita adalah membimbing, mendukung, dan mendoakan agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang bertakwa, bermanfaat, dan berkontribusi bagi umat — apapun profesi yang mereka pilih kelak. Sebab, Islam tidak hanya membutuhkan ulama, tetapi juga para profesional yang bertakwa di segala lini kehidupan.

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button