Tidak Senang Ketika Melihat Kesyirikan
Diantara karakter yang tampak pada diri seorang muslim yang telah mempelajari dan meresapi arti penting tauhid adalah kepekaannya terhadap perkara-perkara yang bertentangan dengan tauhid itu sendiri. Berbeda halnya dengan orang yang tidak biasa mempelajari tauhid, mendengar berita adanya persembahan tumbal kepada jin atau mendengar acara sesajenan untuk “jin penunggu” laut dan gunung, dia merasa biasa saja dan tidak timbul perasaan marah dalam dirinya.
Adapun orang yang telah belajar makna-makna tauhid, akan timbul dalam dirinya rasa tidak senang melihat ada orang yang melanggar hak Allah. Karena ikrar tauhid yang tulus kepada Allah semestinya mendorongnya untuk membenci kesyirikan. Itulah syarat sempurnanya tauhid, berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya, serta mengingkari dan membencinya.
Allah Ta’ala berfirman menceritakan bagaimana sikap bara’ah (berlepas diri) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dari keyirikan,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗۚ اِذْ قَالُوْا لِقَوْمِهِمْ اِنَّا بُرَءٰۤؤُا مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاۤءُ اَبَدًا حَتّٰى تُؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ وَحْدَهٗٓ
Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS Al-Mumtahanah : 4)
Respon seperti ini sering kita jumpai di tengah para ulama, ketika mereka membahas kesyirikan atau mendengar adanya praktek kesyirikan maka akan muncul raut muka marah dari wajah mereka, sebagai bentuk meneladani sikap Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pemimpin orang-orang bertauhid di dalam merespon kesyirikan.
Sebagaimana ketika kita mendengar ada orang yang berani mendzhalimi ibu kita, melanggar haknya, tentu kita sebagai anak akan marah luar biasa. Demikianlah seharusnya sikap kita ketika mendengar ada orang yang berani melanggar hak Allah maka harusnya kita lebih marah dan murka. Tetapi jika perasaan tersebut tidak ada, kita tidak membenci kesyirikan dan pelakunya bahkan ridha serta merasa biasa-biasa saja, maka ketahuilah bahwa tauhid kita belum sepenuhnya bersih dan harus dibenahi lagi.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)