Tidak Mengucapkan Laa Ilaha Illallah Apakah Su’ul Khatimah?
[Rubrik: Faidah Ringkas]
Kematian sering kali datang tiba-tiba, kondisi manusia saat meregang nyawa pun berbeda-beda, status kematiannya juga bisa berbeda apakah husnul khatimah (kematian yang baik) ataukah su’ul khatimah (kematian yang buruk). Salah satu tanda husnul khatimah yang lazim diketahui oleh banyak kaum muslimin adalah ketika seseorang yang hendak meninggal dunia itu mengucapkan kalimat syahadat atau kalimat Laa ilaha illallah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ
“Barang siapa yang akhir perkataannya adalah kalimat ‘Laa ilaha illallah’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), maka dia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud, no. 3116. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykah Al-Mashabih, no. 1621)
Oleh karena itu pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita agar berusaha mentalqin dan menuntun orang yang hendak meninggal dunia dengan kalimat tersebut.
Akan tetapi sebagian orang meninggal namun tak sempat berucap Laa ilaha illallah, apakah itu menjadi tanda bahwa dia su’ul khatimah?
Perlu kita ketahui bahwa tanda-tanda husnul khatimah itu ada banyak dan tidak mesti semua tanda-tanda tersebut harus tampak pada orang yang wafat. Boleh jadi tampak satu tanda, tapi tidak tampak tanda yang lain. Seperti kematian di hari/malam Jumat kata Nabi merupakan tanda husnul khatimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur.” (HR. Ahmad, 10:87 dan Tirmidzi, no. 1074. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan hadits ini dha’if)
Tentu hadits ini tidak berkonsekuensi bahwa orang yang mati di selain hari/malam Jumat tidak akan selamat dari fitnah kubur atau mati suul khatimah. Sebaliknya belum tentu orang yang mati di hari/malam Jumat pasti husnul khatimah, betapa banyak orang kafir mati di hari itu!?
Husnul khatimah atau akhir yang baik adalah kematian dalam keadaan bertauhid dan taat kepada Allah di akhir hayatnya. Ketika dia konsekuen dengan kalimat Laa ilaha illallah yang pernah diucapkannya hingga dia mati, tidak menyekutukan Allah hingga akhir hayatnya, maka dia telah husnul khatimah.
Bahkan Nabi sendiri saat wafatnya tidak menutup hidupnya dengan kalimat Laa ilaha illallah. Tentu tak ada yang berani menuding Nabi wafat dalam kondisi su’ul khatimah. Lantas apa yang terakhir diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat wafat? Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَهُوَ صَحِيحٌ إِنَّهُ لَمْ يُقْبَضْ نَبِيٌّ قَطُّ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ ثُمَّ يُخَيَّرُ فَلَمَّا نَزَلَ بِهِ وَرَأْسُهُ عَلَى فَخِذِي غُشِيَ عَلَيْهِ سَاعَةً ثُمَّ أَفَاقَ فَأَشْخَصَ بَصَرَهُ إِلَى السَّقْفِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ الرَّفِيقَ الْأَعْلَى قُلْتُ إِذًا لَا يَخْتَارُنَا وَعَرَفْتُ أَنَّهُ الْحَدِيثُ الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُنَا بِهِ قَالَتْ فَكَانَتْ تِلْكَ آخِرَ كَلِمَةٍ تَكَلَّمَ بِهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلُهُ اللَّهُمَّ الرَّفِيقَ الْأَعْلَى
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda ketika beliau sehat,
“Tak seorang Nabi pun diwafatkan selain diperlihatkan tempat tinggalnya di surga, kemudian ia disuruh memilih (untuk tetap hidup di dunia atau wafat).”
Tatkala beliau sakit dan kepalanya berada di pahaku, beliau pingsan beberapa saat, kemudian sadar dan membelalakkan pandangannya keatap, kemudian berujar,
“Ya Allah, kekasih yang tertinggi.”
Aku berkata dalam hati; Ini berarti beliau tidak lagi memilih untuk tetap bersama kami, dan Aisyah paham bahwa itu adalah ucapan yang beliau perdengarkan kepada kami. Lanjut Aisyah, itulah akhir ucapan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam katakan, yaitu; “Ya Allah, kekasih yang tertinggi.” (HR Bukhari, no. 4463 dan Muslim no. 2444)
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah Ketika membawakan perkataan As-Suhaili, beliau berkata,
فائدة : قال السهيلي : الحكمة من اختتام كلام المصطفى ـ صلى الله عليه وسلم ـ بهذه الكلمة ( اللهم الرفيق الأعلى ) كونها تتضمن التوحيد والذكر بالقلب ، حتى يستفاد منه الرخصة لغيره أنه لا يشترط أن يكون الذكر باللسان ، لأن بعض الناس قد يمنعه من النطق مانع ، فلا يضره ، إذا كان قلبه عامرا بالذكر .
Faidah: As-Suhaili berkata, “Hikmah di balik kalimat terakhir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelang wafatnya (Allahumma ar-rafiq al-a’la, Ya Allah, kekasih yang tertinggi) adalah karena kalimat tersebut mengandung tauhid dan dzikir (Laa ilaha illallah) dengan hati. Dari sini, dapat dipahami adanya keringanan bagi orang lain bahwa tidak disyaratkan dzikir tersebut harus diucapkan dengan lisan, karena terkadang ada penghalang bagi seseorang untuk mengucapkannya, dan hal tersebut tidak akan membahayakannya jika hatinya tetap dipenuhi dengan dzikir tersebut.” (Fathul Bari, 8/138)
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)