Tilawah Menggunakan Speaker Luar Masjid?
Salah satu tradisi yang banyak dilakukan masyarakat kita di bulan Ramadhan adalah kegiatan tadarusan. Kata tadarus berasal dari bahasa Arab yang artinya saling belajar, antara dua orang atau lebih. Dalam hal ini maksudnya adalah tadarus Al-Quran. Tetapi realita menunjukkan bentuk-bentuk tadarusan di masyarakat berbeda-beda.
Jika bentuk tadarusnya adalah ada pihak yang membaca kemudian pihak yang lain membenarkan ataupun hanya mendengarkan maka hukumnya boleh. Allah berfirman,
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah berkata kepada Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ’anhu,
لو رَأَيْتَنِي وَأَنَا أَسْتَمِعُ لِقِرَاءَتِكَ البَارِحَةَ، لقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِن مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ
“Andaikan Engkau melihat bagaimana kekagumanku ketika mendengarkan bacaan Al-Quran mu barusan. Sungguh Engkau telah diberikan serulingnya keluarga Daud.” (HR. Bukhari no.5048 dan Muslim no.793)
Jika bentuknya adalah bergantian membaca dan saling melanjutkan bacaan, maka sebagian ulama mengatakan tidak mengapa dan tidak perlu diingkari keras dan sebagian lagi menganggap bahwa praktik ini keliru karena tidak pernah dijumpai di kalangan salaf.
Tadarus Menggunakan Speaker Masjid
Praktik yang banyak dijumpai adalah kegiatan tadarusan tersebut menggunakan speaker luar masjid. Praktik ini menurut kami kurang tepat, karena seakan-akan memaksa orang lain untuk ikut mendengarkan bacaan Al-Qurannya padahal mereka sedang mempunyai kesibukan lain dan tidak siap untuk mendengarkan Al-Quran.
Kerasnya suara speaker hingga luar masjid bisa mengganggu masyarakat sekitar, seperti menganggu istirahatnya, ada balita dan anak bayi yang sedang tertidur pulas, atau menyulitkan komunikasi di antara anggota keluarga karena terdistraksi oleh suara speaker masjid yang cukup keras khususnya tetangga masjid.
Oleh karena itu, kami sarankan menggunakan speaker dalam masjid saja. Itupun perlu diperhatikan kapan waktu yang tepat. Boleh jadi di dalam masjid yang sama ada orang lain yang sedang shalat atau berdzikir sehingga bisa mengganggu konsentrasi mereka beribadah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah beri’tikaf di masjid, lalu beliau mendengar manusia mengeraskan bacaan Al-Quran mereka. Kemudian beliau membuka tirai dan berkata,
أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ
“Ketahuilah, sesungguhnya kalian tengah berdialog dengan Rabb, janganlah sebagian yang satu mengganggu sebagian yang lain, dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca Al-Quran atau dalam shalatnya.” (HR. Abu Daud)
Oleh karena itu, speaker eksternal masjid hendaknya digunakan hanya pada adzan & iqamah, atau pada hal-hal penting lainnya seperti pengumuman yang sifatnya dibutuhkan oleh masyarakat. Penggunaan speker internal pun perlu ditimbang, apakah mengganggu jamaah lain yang sedang beribadah atau tidak.
Hanya saja, untuk memberikan masukan seperti ini kepada pihak takmir masjid atau jamaah yang sudah terbiasa dengan praktik tadarus menggunakan speaker eksternal masjid, diperlukan teknik komunikasi yang baik, bahasa yang santun tidak menggurui. Sampaikan pelan-pelan dan tidak usah terburu-buru mengubah secara total, karena yang namanya tradisi yang sudah mengakar kuat, untuk mengubahnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Intinya, dakwah dengan bijak, hikmah dan lembut, serta tidak memaksa mereka menerima. Bahkan ketika mereka menolak, jangan dimusuhi karena mereka masih saudara se-Islam yang memiliki hak persaudaraan seperti senyum, sapa, ramah, dan membantu urusan mereka.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)