Faidah Ringkas

Adakah Akad atau Bacaan Khusus Ketika Menyerahkan Zakat Fithri?

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Salah satu syariat yang diwajibkan oleh Allah kepada kaum muslimin di penghujung bulan Ramadhan adalah membayar zakat fithri. Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu beliau mengatakan,

فرَض رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم زكاةَ الفِطرِ، صاعًا من تمرٍ أو صاعًا من شعيرٍ، على العبدِ والحرِّ، والذكرِ والأنثى، والصغيرِ والكبيرِ، من المسلمينَ، وأمَر بها أن تؤدَّى قبلَ خروجِ الناسِ إلى الصلاةِ

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri, berupa 1 sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada hamba sahaya maupun orang yang merdeka, baik laki-laki atau perempuan, baik anak kecil maupun orang dewasa dari kalangan kaum Muslimin. Dan beliau memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang keluar untuk shalat ‘Id.” (HR. Bukhari no.1503, Muslim no. 984)

Setiap muslim yang merdeka dan memiliki kelebihan makanan untuk diri dan keluarganya pada malam hari raya dan keesokan harinya, maka dia telah terkena kewajiban ini. Dia keluarkan zakat masing-masing 1 sha’ dari makanan pokok (berupa beras jika di Indonesia) atau setara 3 kg untuk masing-masing dirinya dan orang-orang yang berada di bawah tanggungannya (yang wajib ia nafkahi) seperti istri dan anak-anaknya.

Makanan yang sudah disiapkan untuk zakat bisa diserahkan langsung kepada mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat), yaitu orang-orang fakir dan miskin. Boleh juga diwakilkan kepada orang yang akan menyalurkannya kepada orang-orang miskin.

Ketika prosesi penyerahan, tidak perlu ada ijab qabul atau lafadz khusus lainnya. Hal ini karena menimbang zakat merupakan bagian dari sedekah, sedangkan untuk bersedekah tidak perlu mengucapkan lafadz khusus, melainkan cukup menyerahkan harta tersebut langsung kepada penerimanya, itu sudah sah. Dalilnya adalah hadits berikut,

أخذ الحسن بن علي تمرة من تمر الصدقة فجعلها في فيه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كخ كخ ارم بها أما علمت أنا لا نأكل الصدقة ؟

“Al-Hasan bin Ali mengambil sebuah kurma dari kurma sedekah, lalu meletakkannya di mulutnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam berkata, “Kuh.. kuh.. ayo keluarkan! Tidakkah Engkau tahu bahwa sesungguhnya kita (keluarga Nabi) tidak memakan harta sedekah?” (HR. Muslim)

Dalam hadits di atas, sahabat yang bersedekah tersebut tidak menyebutkan lafadz khusus atau lafadz ijab untuk menyerahkan sedekahnya. Nabi sendiri telah menilai pemberian tersebut sebagai sebuah sedekah tanpa mengucapkan lafadz qabul (menerima). Walaupun pada akhirnya, Nabi menolaknya karena keluarga Nabi tidak boleh menerima sedekah.

Oleh karena itu, untuk menyerahkan zakat fithri tidak diwajibkan adanya lafadz ijab qabul atau lafadz khusus lainnya, apalagi bacaan-bacaan yang ditetapkan sedemikian rupa atau dengan cara-cara tertentu seperti bersalaman dan semisalnya. Sekedar datang menyerahkan zakat tersebut dengan menyebutkan nama pemberi zakat atau yang dibayarkan zakatnya, itu pun sudah cukup.

Artikel www.muslimafiyah.com

Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK. (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button