Bolehkah Berqurban Tapi Masih Punya Utang?
Tidak diragukan lagi, menyembelih qurban adalah salah satu syiar Islam yang agung dan merupakan amalan shalih yang sangat utama. Ibadah qurban disyariatkan berdasarkan Al-Quran, Sunnah, dan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Allah berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS Al-Kautsar : 2)
Pada dasarnya, perintah berqurban ditujukan bagi orang yang mampu, dimana dia memiliki hewan qurban atau memiliki harta untuk membeli hewan qurban. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan rezeki, namun tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad no. 8273, Ibnu Majah no. 3123, dan sanad hadits dihasankan Al-Hafizh Abu Thohir)
Lantas bagaimana hukumnya bagi orang yang sedang terikat oleh suatu utang sedang dia sangat ingin berqurban, apakah boleh dia mendahulukan untuk berqurban sebelum melunasi utangnya?
Jawabannya adalah dirinci. Jika dia punya prasangka kuat tetap bisa melunasi utangnya walaupun bulan ini dia menggunakan sisa hartanya terlebih dahulu untuk berqurban, maka tidak mengapa dia berqurban. Misalnya dia memiliki gaji atau penghasilan tetap, sehingga dia bisa lunasi utangnya bulan depan atau dalam waktu dekat. Namun jika dia tidak yakin atau tidak memiliki harapan untuk melunasinya dalam waktu dekat, maka selayaknya dia mendahulukan pelunasan utang daripada berqurban.
Masalah semacam ini bukanlah masalah yang baru. Bahkan bukan sekedar memiliki tanggungan utang, sebagian ulama salaf memang sengaja berhutang demi bisa berqurban. Imam Sufyan Ats-Tsauri menceritakan, bahwa Abu Hatim berhutang demi membeli seekor onta. Tatkala ditanya akan hal itu, beliau menjawab , ”Aku mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
”Kalian akan mendapatkan kebaikan dari sembelihanmu itu.” (Tafsir Ibn Katsir, 5/426).
Abu Hatim rahimahullah melakukan itu karena beliau yakin Allah akan memudahkan beliau untuk melunasinya. Sekali lagi, cara ini berlaku bagi orang yang memiliki penghasilan dan sangat memungkinkan baginya untuk melunasinya. Namun jika tidak, hendaknya dia tidak memaksakan diri yang justru akan semakin menambah beban utangnya.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)