Hukum Qurban Untuk Orang yang Sudah Meninggal
Para ulama memberikan beberapa rincian untuk hukum berkurban bagi orang yang sudah meninggal. Berikut tiga rincian bentuknya:
Pertama, berkurban untuk orang yang sudah meninggal diikutkan kepada orang yang masih hidup, seperti seorang kepala keluarga berkurban atas nama dirinya dan seluruh keluarganya yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Model seperti ini hukumnya boleh dan seperti inilah model kurban Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, saya menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelihnya, dan mengucapkan,
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
“Bismillah Allahu Akbar, ini (kurban) dariku dan orang-orang yang belum berkurban dari umatku.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Ini meliputi yang masih hidup atau telah mati dari keluarga dan umatnya.
Kedua, berkurban atas nama orang yang sudah meninggal karena tuntutan wasiatnya, seperti ayah atau ibu atau kakek kita berwasiat sebelum meninggal untuk dikurbankan atas nama dirinya dengan diambil dari harta peninggalannya. Ini hukumnya wajib untuk dilaksanakan berdasarkan firman Allah,
فَمَن بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah dia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 181)
Ketiga, berkurban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus, misalnya berkurban atas nama ayahnya atau anaknya bukan karena wasiat khusus, maka para ulama berselisih pendapat tentang hukumnya.
Kami sendiri condong pada pendapat bolehnya model seperti ini, karena semakna dengan sedekah yang pahalanya akan sampai pada mayyit dan bisa bermanfaatn untuknya, sebagaimana hal ini menjadi pendapat para ulama hanabilah.
Akan tetapi, mengkhususkan kurban untuk orang yang sudah meninggal seperti ini bukanlah sunnah Nabi dan para sahabatnya untuk kemudian diamalkan terus menerus. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak pernah mengkhususkan untuk pamannya, istrinya ataupun anaknya yang sudah meninggal. Demikian pula tidak dijumpai praktik dari para sahabat seperti itu.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)