Mengejar Kaki Saat Shalat Berjamaah Agar Shaf Rapat?
[Rubrik: Faidah Ringkas]
Di antara perkara yang membuat shalat berjamaah menjadi sempurna adalah dengan meluruskan dan merapatkan shaf. Dijumpai beberapa hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang memerintahkan akan hal tersebut. Di antaranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ
“Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat.” (HR. Bukhari no.690, Muslim no.433)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا ؛ فَإنِّي أرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
“Luruskan shaf kalian dan hendaknya kalian saling menempel, karena aku melihat kalian dari balik punggungku.” (HR. Bukhari no.719)
Pada praktiknya kita jumpai adanya perbedaan di tengah kaum muslimin di negeri kita dalam masalah menyusun shaf. Sebagian kaum muslimin ada yang benar-benar meluruskan dan merapatkan shaf hingga tak ada celah sekecil apapun antara jamaah, ada pula yang memberi jarak walau tidak jauh, tapi ada pula yang begitu renggang meski sudah tak lagi covid.
Singkatnya cara yang terbaik dalam meluruskan dan merapatkan shaf adalah dengan berusaha menempelkan kaki dan pundak dengan jamaah sebelahnya dan menutup celah-celah yang ada agar tak ada ruang untuk setan. Hal ini sesuai dengan praktik para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Terdapat penjelasan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
كان أحدُنا يَلزَقُ مَنكِبَه بمَنكِبِ صاحبِه، وقدمَه بقدمِه
“Setiap orang dari kami (para sahabat), merapatkan pundak kami dengan pundak sebelahnya, dan merapatkan kaki kami dengan kaki sebelahnya.” (HR. Bukhari no.725)
Lalu para ulama berbeda lagi dalam menerapkan riwayat-riwayat di atas. Dalam hal ini kami condong pada pandangan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin bahwa perintah merapatkan shaf ini dilakukan di awal shalat dan tidak wajib bertahan hingga akhir shalat. Beliau berkata,
الصحابة -رضي الله عنهم- فإنهم كانا يسوون الصفوف بإلصاق الكعبين بعضهما ببعض ، أي أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف، فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر بعض أهل العلم، ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة،وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة.
“Para sahabat radhiyallahu ‘anhum meluruskan shaf dan menempelkan dua mata kaki mereka satu dengan lainnya, mereka menempelkan mata kakinya dengan mata kaki orang di sampingnya dengan tujuan untuk membuat shaf lurus. Jadi, menempelkan tadi bukan sesuatu yang dimaksudkan secara khusus melainkan dilakukan untuk mewujudkan sesuatu yang lain, sebagaimana ini disebutkan oleh para ulama. Oleh karena itu, ketika shaf telah penuh dan jamaah telah berdiri, setiap orang berusaha menempelkan mata kakinya dengan mata kaki orang di sampingnya agar shaf bisa lurus. Namun bukan bermakna bahwa dia harus menempelkannya terus-menerus sepanjang shalatnya.” (Fatawa Arkanil Islam, hal. 312)
Beliau melanjutkan,
ومن الغلو في هذه المسألة ما يفعله بعض الناس من كونه يلصق كعبه بكعب صاحبه ويفتح قدميه فيما بينهما حتى يكون بينه وبين جاره في المناكب فرجة فيخالف السنة في ذلك، والمقصود أن المناكب والأكعب تتساوى
“Termasuk bentuk berlebihan yang dilakukan oleh sebagian orang adalah menempelkan mata kaki dengan mata kaki tetapi antara pundak dengan pundak terdapat celah. Seperti ini malah menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal yang dimaksud merapatkan di sini adalah antara pundak dan mata kaki itu bisa lurus.” (Fatawa Arkanil Islam, hal. 312)
Jadi, ketika ada jamaah di samping kita yang di tengah-tengah shalat tidak menempel dengan kaki kita, maka kita tidak perlu mengejarnya apalagi sampai menginjaknya. Sebab perbuatan ini justru membuatnya tidak nyaman dan bisa mengurangi kekhusyukan dalam shalat.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)