Meninggal Tidak Menghadap Kiblat?
Perlu diketahui bahwa menghadapkan orang yang akan meninggal ke arah kiblat merupakan hal yang disyariatkan dalam agama Islam.
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai dalilnya. Beliau berkata,
ويستحب أن يضجع على جنبه الأيمن ، مستقبل القبلة ، لما روت سلمى أم ولد رافع قالت : ” قالت فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم ورضي الله عنها : ضعي فراشي هاهنا واستقبلي بي القبلة ، ثم قامت فاغتسلت كأحسن ما يغتسل ولبست ثيابا جددا ، ثم قالت : تعلمين أني مقبوضة الآن ، ثم استقبلت القبلة وتوسدت يمينها
“Disunnahkan membaringkan pada sisi kanannya dan menghadapkan ke kiblat. Karena terdapat riwayat dari Salma Ummu Walad dari Rafi’, ia berkata: Fatimah Binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam radhiallahu ‘anha berkata: “letakanlah kasurku di sini dan hadapkanlah ke arah kiblat”, kemudian ia (Fatimah) berdiri dan mandi dengan sebaik-baiknya kemudian memakai pakaian baru. Kemudian ia berkata; “engkau mengetahui bahwa aku hendak akan meninggal (dicabut nyawa) sekarang”. Kemudian ia menghadap kiblat dan berbaring dengan sisi kanannya.”[1]
Abdur Razzaq Ash-Shan’aniy rahimahullah juga meriwayatkan,
أن البراء بن معرور الأنصاري لما حضره الموت قال لأهله وهو بالمدينة : استقبلوا بي الكعبة.
“Al-Barra’ bin Ma’rur Al-Anshariy ketika hendak meninggal ia berkata kepada keluarganya (yang di Madinah), “Hadapkanlah aku ke arah Ka’bah!”[2]
Al-Qhadi Abu At-Thayyib dalam kitabnya Al-Mujarad,
استقبال القبلة به مستحب ليس بواجب والصحيح الأول ، واتفقوا على أنه يستحب أن يضجع على جنبه الأيمن ، فلو أضجع على جنبه الأيسر مستقبل القبلة جاز
“Menghadapkan ke kiblat adalah mustahab (sunnah) bukan wajib hukumnya dan yang shahih adalah yang pertama, (ulama) bersepakat bahwa disunnahkan membaringkannya di sisi kanan, seandainya dibaringkan diarah kiri menghadap kiblat, boleh juga.”[3]
Bagaimana jika tidak menghadap kiblat ketika meninggal?
Tidak mengapa karena hal tersebut merupakan sunnah dan bukan termasuk tanda khusnul khatimah.
Pertanyaan diajukan kepada syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah,
س: بعض المرضى من المسلمين يموت على غير القبلة بسبب وضع السرير في المستشفى لغير القبلة؟
Sebagian orang sakit dari kaum muslimin meninggal dengan tidak menghadap ke kiblat karena mereka diletakkan pada ranjang di rumah sakit yang tidak menghadap kiblat?
Jawaban:
ج: لا حرج في ذلك، والسنة أن يستقبل بالمريض القبلة إذا تيسر ذلك عند حضور الوفاة، وإلا فلا حرج.
Tidak mengapa dalam hal ini. Yang termasuk sunnah adalah menghadapkan orang sakit yang akan meninggal ke arah kiblat jika memudahkan, jika tidak maka tidak mengapa.[4]
Cara menghadapkan ke arah kiblat
Ada dua cara yaitu:
1.berbaring dengan kepala diangkat sedikit dan wajah menghadap kiblat
2.berbaring sebelah kanan dan menghadap kiblat sebagaimana posisi jenazah
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
يستحب أن يستقبل به القبلة ، وهذا مجمع عليه ، وفي كيفيته المستحبة وجهان أحدهما : على قفاه وأخمصاه إلى القبلة ، ويرفع رأسه قليلا ليصير وجهه إلى القبلة … وعليه عمل الناس . والوجه الثاني : وهو الصحيح المنصوص للشافعي في البويطي . وبه قطع جماهير العراقيين ، وهو الأصح عند الأكثرين من غيرهم ، وهو مذهب مالك وأبي حنيفة : يضجع على جنبه الأيمن مستقبل القبلة كالموضوع في اللحد ، فإن لم يمكن لضيق المكان أو غيره فعلى جنبه الأيسر إلى القبلة ، فإن لم يمكن فعلى قفاه ، والله أعلم .
“Disunnahkan untuk menghadapkannya ke arah kiblat, dan ini telah disepakati. Adapun tata caranya, ada dua cara :
Pertama: dibaringkan di atas tengkuk dan punggungnya ke arah kiblat, dan kepalanya diangkat sedikit agar wajahnya menghadap kiblat… Perbuatan inilah yang diamalkan oleh orang-orang.
Kedua: inilah yang shahih dinukil dari Asy-Syafi’i dalam riwayat Al-Buwaithi. Pendapat inilah yang dipilih oleh mayoritas ulama Irak dan yang paling shahih menurut mayoritas ulama lainnya dibandingkan selain mereka. Inilah madzhab Malik dan Abu Hanifah, yaitu orang yang akan mati itu tidur miring ke sebelah kanan menghadap kiblat, seperti jenazah yang diletakkan di liang lahat. Apabila itu tidak bisa dilakukan karena sempitnya tempat atau yang lainnya, maka miring ke sebelah kirinya sambil menghadap kiblat. Jika itu tidak bisa juga, maka di atas tengkuknya (cara yang pertama). Wallaahu a’lam”[5]
Demikian semoga bermanfaat
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
@Pogung Lor, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan follow twitter
[1] Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab, sumber: http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?ID=1848&startno=0&start=0&idfrom=2896&idto=2896&bookid=14&Hashiya=2
[2] HR. Abdurazzaaq dalam Al-Mushannaf, 3/392 no. 6064 , syamilah
[3] Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab 5/525, Darul Fikr, syamilah
[4] Fatawa At-Thib wal Mardha hal 419, syamilah
[5] Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab 5/105, Darul Fikr, syamilah
izin copas,semoga bermanfaat