Passive Income di Zaman Nabi ﷺ
[Rubrik: Faidah Ringkas]
Tidak dipungkiri setiap orang pasti membutuhkan harta. Dengan sebab harta itulah, setiap orang bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Secara umum, Islam tidak memberikan aturan baku terhadap bentuk usaha yang dilakukan untuk mendapatkan harta tersebut. Selama tidak bertentangan dengan aturan syariat, maka usaha atau pekerjaan tersebut hukumnya halal. Sebagaimana hukum asal dalam perkara muamalah adalah halal. Para ulama mengatakan,
والأصل في العقود والمعاملات الصحة حتى يقوم دليل على البطلان والتحريم
“Hukum asal dalam berbagai perjanjian dan muamalah adalah sah sampai adanya dalil yang menunjukkan kebatilan dan keharamannya.” (I’lamul Muwaqi’in, 1/344)
Oleh karena itu, kita mengenal banyak sekali jenis pekerjaan dan pendapatan. Meski ada pendapatan yang haram, tetapi sebenarnya pendapatan yang halal itu lebih banyak, lebih beragam, dan lebih bervariasi daripada pendapatan yang haram.
Salah satu keinginan banyak orang adalah mendapatkan penghasilan sebanyak-banyaknya. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan memaksimalkan sumber penghasilan atau pendapatan. Memaksimalkan sumber pendapatan tidak mesti dengan melakukan banyak pekerjaan sekaligus, namun dengan mengumpulkan jenis pendapatan yang bervariasi.
Secara garis besar, kita mengenal ada dua jenis pendapatan, yang disebut active income (pendapatan aktif) dan passive income (pendapatan pasif). Active income adalah pendapatan yang diperoleh dengan cara aktif melakukan usaha atau pekerjaan terlebih dahulu lalu mendapatkan penghasilan, misal gaji bulanan atau upah harian. Pada jenis ini, pekerjaan dan penghasilan cenderung berbanding lurus, seperti bekerja sebagai karyawan, pegawai negeri, buruh, berjualan, dan seterusnya.
Sedangkan passive income adalah penghasilan yang didapatkan dengan sendirinya oleh harta/aset yang dimiliki tanpa perlu bekerja rutin secara aktif. Dalam konteks pembicaraan kita, pengusaha atau pedagang yang memiliki karyawan termasuk dalam pekerjaan dengan pendapatan passive income, karena dia tidak perlu secara rutin turun ke lapangan untuk menghasilkan keuntungan. Namun keuntungan tersebut akan datang walaupun dia sedang tidak bekerja.
Secara pribadi, kami memotivasi agar seseorang berusaha memiliki passive income di samping active income, menimbang manfaatnya yang berjangka panjang. Kondisi keuangan yang lebih stabil, investasi keuangan di masa tua, hingga waktu bersama keluarga yang lebih banyak adalah sekian manfaat jika memiliki passive income.
Di zaman Nabi dahulu, sebagian sahabat memiliki passive income dengan cara membangun usaha lalu mempekerjakan orang lain. Sebut saja Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anhu, beliau dikenal sebagai pengusaha wanita yang kaya raya. Meskipun demikian, peran beliau tidak banyak berupa fisik ke lapangan, tetapi beliau membangun sistem dalam usahanya tersebut lalu dijalankan oleh para bawahan-bawahan beliau.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)