[Rubrik: Faidah Ringkas]
Belum lama ini publik kembali dihebohkan oleh sebuah kasus kematian yang sebenarnya terjadi beberapa tahun yang lalu. Kasus ini kembali terangkat setelah adanya fenomena kerasukan yang mengaku sebagai arwah orang mati tersebut, lalu dia menceritakan kronologi dan penyebab kematiannya. Bahkan kisahnya pun diangkat ke layar lebar yang membuat kasus ini semakin viral di tengah masyarakat.
Lantas, bagaimana Islam memandang fenomena semacam ini? Dalam keyakinan kita, ruh-ruh orang yang sudah mati tidak akan mungkin lagi kembali ke dunia ini. Ketika Allah sudah menetapkan kematiannya, maka Allah akan tahan kehidupannya di alam kubur hingga hari kiamat. Allah berfirman,
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ؛ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia).” Agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Ayat ini menegaskan bahwa ruh orang mati tidak mungkin lagi kembali ke dunia ini untuk beramal, apalagi sekedar untuk merasuki orang yang masih hidup dan memberikan keterangan-keterangan tertentu. Kehidupan mereka dibatasi oleh suatu dinding yang tidak akan mungkin untuk dilewati kembali, itulah alam barzakh yang tidak mungkin ditembus. Allah berfirman di surat Ar-Rahman menggambarkan barzakh ini,
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيٰنِۙ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيٰنِۚ
“Dia membiarkan dua laut (tawar dan asin) bertemu. Di antara keduanya ada pembatas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.” (QS Ar-Rahman: 19-20)
Hanya ada dua kemungkinan untuk fenomena kerasukan tersebut.
Pertama, hanya sandiwara dengan maksud untuk mencari sensasi atau tujuan lainnya, sehingga dia berakting dan berbohong layaknya di film-film untuk kepentingan tertentu.
Kedua, orang itu benar kerasukan, tetapi kerasukan oleh jin lalu mengaku sebagai arwah orang mati. Dan kerasukan jin merupakan suatu fenomena yang riil bisa terjadi. Realita ini telah diisyaratkan oleh Allah di dalam Al-Quran,
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ
“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba.” (QS Al-Baqarah: 275)
Sedangkan benar atau tidaknya keterangan dari jin yang merasukinya, maka tidak ada yang bisa memastikan dan mendeteksi benar atau salah keterangannya. Jin boleh jadi berkata jujur, boleh jadi berkata bohong. Sebagaimana kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menangkap sesosok jin lalu jin itu memberikan keterangan dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan keterangan tersebut setelah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu melaporkannya, walaupun asalnya jin adalah seorang pendusta ulung.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)