Ucapan “Minal ‘Aidin wal Faizin” Tidak Boleh Diucapkan Saat Lebaran?
[Rubrik: Faidah Ringkas]
Momen lebaran adalah momen yang sangat membahagiakan bagi semua kaum muslimin. Setelah sebulan lamanya menjalankan ibadah puasa, hari lebaran itu tiba untuk dirayakan. Semua orang bertegur sapa, mengucapkan selamat hari raya, mendoakan kebaikan-kebaikan di antara mereka sembari menamppakkan raut muka bahagianya.
“Selamat hari raya idul fitri, minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir batin.”
Kira-kira kalimat itulah yang paling sering diucapkan oleh orang-orang yang berhari raya pada setiap momentum lebaran. Lalu, menurut syariat Islam sendiri, apakah kalimat semacam itu boleh diucapkan atau tidak?
Jawabannya adalah boleh dan tidak mengapa, sebab ucapan selamat hari raya termasuk dalam perkara adat (non-ibadah) yang dikenal di tengah masyarakat, demikian ditegaskan oleh para ulama. Apa yang biasa diucapkan oleh banyak orang selama tidak mengandung kesalahan makna atau dosa, maka hukumnya boleh saja mengucapkannya.
Para ulama mengungkapan sebuah kaidah,
الأصل في العادات الإباحة
“Hukum asal untuk masalah adat (kebiasaan manusia) adalah boleh.”
Kenyataannya kalimat “minal ‘aidin wal faizin” sudah biasa diucapkan oleh masyarakat di negeri kita sejak dahulu. Selain kalimat itu, ada banyak juga ungkapan lain yang biasa diucapkan di negeri kita ini apa yang di negeri lain tidak diucapkan, karena masing-masing tempat punya kebiasaan sendiri-sendiri.
Dari sisi makna pun tidak bermasalah. Arti dari kalimat مِنَ الْعَائِدِيْنِ وَالْفَائِزِيْنَ “minal ‘aidin wal faizin” yang tepat adalah “Selamat berhari raya, dan semoga termasuk orang yang mendapatkan kemenangan”. Ini mengandung doa agar mendapatkan banyak pahala, ampunan, serta kemuliaan. Orang yang mendapatkannya tentu menang banyak.
Adapun bagi yang ingin mengikuti kebiasaan para salaf, bisa mengucapkan kalimat تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ “taqabbalallahu minna wa minkum” (semoga Allah menerima amalan kami dan kalian). Namun bukan berarti kalimat-kalimat lain itu salah apalagi disebut sebagai perbuatan bid’ah.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)