sekedar sharing

Apabila Belum Bayar Hutang Puasa Sampai Datang Ramadhan Berikutnya

[Rubrik: Sekedar Sharing]

Allah telah mengizinkan bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa Ramadhan karena udzur untuk mengqadha/menggantinya di luar Ramadhan. Allah berfirman,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Para ulama mengatakan bahwa batas waktu untuk mengqadha puasa tersebut adalah sampai Ramadhan berikutnya, artinya seorang muslim yang memiliki hutang puasa wajib membayarnya sebelum datang Ramadhan berikutnya. Berdasarkan keterangan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

“Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqadhanya kecuali di bulan Sya’ban.” (HR Bukhari, no. 1950)

Hal tersebut dilakukan oleh ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus dan melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga beliau akhirkan qadhanya sampai bulan Sya’ban yang merupakan kesempatan terakhir untuk mengqadha.

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan,

وَيؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذلك في شَعْبَان: أَنَّهُ لا يجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يدْخُلَ رَمَضَان آخر

Disimpulkan dari semangatnya ‘Aisyah untuk mengqadha puasa di bulan sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya. (Fathul Bari, 4/191)

Lantas bagaimana jika puasa tersebut belum diqadha hingga datang Ramadhan berikutnya? Para ulama merinci keadaannya.

Pertama, menunda qadha karena udzur seperti sakit, safar, dan lain-lain. Dalam kondisi ini, dia tetap menqadha puasanya setelah Ramadhan selanjutnya.

Kedua, sengaja menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya. Dalam kondisi ini, pendapat yang kami ambil adalah dia tetap mengqadha puasanya dan harus membayar fidyah untuk setiap puasanya. Kemudian dia juga harus bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha lalu memperbanyak puasa sunnah.

Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button