Beberapa Catatan Dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam (Kelima)
LANJUTAN…
12. Bekam saat berpuasa
Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, penulis kitab shaum Nabi memilih mebolehkan karena batalnya puasa dengan berbekam manshuk/terhapus dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma,
“Bahwasanya Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berpuasa.” [HR. Al-Bukhari IV/100, lihat Nasikhul hadist wa mansukhuhu Ibnu Syahin]
Jika larangannya karena alasan bisa melemahkan tubuh maka larangannya karena alasan ini, bukan melarang secara mutlak. Wallahu a’lam
13.Boleh mencicipi makanan
Mencicipi dengan ujung lidah dan tidak sampai masuk ke tenggorokan dan anatomi lidah menunjukan indara pengecap sebagian besar di depan lidah. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا بأس أن يذوق الخل أو الشيئ ما لم يدخل حلقه و هو صائم
“Tidak mengapa mencicipi cuka atau yang lainnya selama tidak masuk ke tenggorokan sedang dia dalam keadaan berpuasa.” [HR. Al-Bukhari IV/154]
14. Buat musafir mana yang lebih baik berpuasa atau mengambil rukshoh?
Hal ini perlu dirinci:
- Jika safar memberatkan, maka sebaiknya mengambil rukshoh
Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن الله يحب أن تؤتي رخصه كما يكره أن تؤتي معصيته
“Sesungguhnya Allah suka rukshohnya diambil sebagaimana Allah membenci maksiat kepadanya dilakukan.” [HR. Ahmad II/108, Ibnu Hibban no. 2742, dishohihkan oleh penulis kitab]
Inilah maksud hadist yang kebanyakan orang salahpaham dengan melarangnya secara mutlak,
ليس من لبر الصيام في السفر
“Bukanlah termasuk kebaikan berpuasa disaat safar” [Al-Bukhari IV/121, Muslim no.1115]
- Jika safar tidak memberatkan, maka tetap berpuasa karena lebih cepat terbebas dari tanggungan qhodo’ puasa
15. Berbuka dengan kurma lagi
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata,
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan ruthob [kurma basah], jika tidak ada, dengan tamr [kurma kering], jika tidak ada, beliau meneguk beberapa teguk air.” [HR. Ahmad III/163, Abu Dawud II/306, Ibnu Hibban III/277,278, At=Tirmidzi III/70, dishahihkan oleh penulis kitab]
Ada apa dengan kurma? Pilihan berbuka dan sahur?
Ringkasnya, kurma mengandung fruktosa dan glukosa yang tinggi sampai 70% dan bentuknya berupa monoglukosa yang tidak perlu dicerna lagi sehingga langsung diserap oleh tubuh. Dan masih banyak keunggulun kurma yang lain sehingga mulai dipakai bentuk sari kurma dalam kedokteran modern seperti untuk ibu yang melahirkan dan paska operasi.
16. Mengenai suntikan, nebulizer, obat tetes dan infus
Hal ini berlaku kaidah fiqh.
حكم البدل حكم المبدل منه
“Hukum pengganti sama dengan hukum yang digantikan”
Jika melalui hal tersebut bisa membuat kenyang atau meberi energi, maka sama saja dengan makanan dan puasanya batal jika melakukannya. Contohnya:
Suntikan: jika yang disuntik obat antinyeri, obat anti mual maka tidak membatalkan, namun jika yang disuntik adalah vitamin maka membatalkan.
Infus: setahu saya selama bergelut dalam dunia kedokteran semua jenis infus memberikan energi baik infuse salin dan elektrolit [Nacl, RL, Assering] maupun glukosa [D5, D10]. Maka membatalkan puasa
Obat tetes: Untuk tetes mata, tetes telinga dan nebulizer [obat uap bagi penderita asma] maka jalur masuknya tidak berhubungan dengan pencernaan sehingga tidak membatalkan.
Walaupun rasanya sampai ditenggorokan, maka ini tidak membatalkan puasa. Sebagaimana jika ada yang menginjak buah Handzolah[buah yang sangat pahit sebagai obat urus-urus, dengan menginjak-injaknya saja maka akat terasa pahitnya dan menyebabkan mual]. kemudian dia merasakan pahitnya buah ini di tenggorokan dan alat pencernaannya, maka puasanya tidak batal dan tetap sah.
Adapun obat tetes hidung, maka membatalkan karena anatomi hidung sangat berdekatan dengan pencernaan, terbukti terdapat adalat NGT [Nasogastric tube], alat untuk memberi makanan lewat hidung. Kemudian berdasarkan hadist Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam,
وَبَالِغْفِيالإِسْتِنْشَاقِإِلاَّاَنْتَكُوْنَصَائِمًا
“Hiruplah air dalam-dalam ke hidung kecuali kalau engkau berpuasa” (HR. Tirmidzi: 27, Abu Dawud: 2366, Ibnu Majah: 407, dan dishahihkan oleh al Albani dalam Irwa’ul Ghalil: 935)
Hal ini dikarenakan kekhawatiran masuknya air ke kerongkongan. Wallahu a’lam.
Catatan: dalam hal ini kami (penulis artikel) lebih memilih pendapat ulama yang tidak mebatalkan karena tetes hidung yang masuk sangat sedikit dan dimaafkan serta ketika masuk maka ada cairan yang menyangkut di dinding/mukosa hidung sehngga tidak semua atau sangat sedikit sekali yang masuk sampai kerongkongan.
INSYAALLAH BERSAMBUNG…
Demikian semoga bermanfaat
@RS Mitra Sehat, Wates, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan follow twitter