Bercanda Boleh Aja , Tapi Jangan Keterlaluan Dong (Adab dalam Bercanda)
“Ketika pemilu presiden kemaren: “Kalau tasyahhud dengan satu jari SAH, kalau dua jari tidak SAH”
“Bolehkah berkumur-kumur dengan sirup ketika berpuasa? jawab: tidak boleh berkumur-kumur dengan yang memiliki rasa, apalagi rasa ingin memiliki apalagi rasa rindu yang terpendam”
Sekilas memang lucu dan bisa jadi hiburan,akan tetapi ini bercanda yang DILARANG
Zaman kehidupan modern dipenuhi oleh tuntutan yang berujung stress dan tekanan batin. Serba cepat, serba kilat, serba ingin segera hasilnya. Sehingga bercanda dan lucu serta acara-acara hiburan sangat digemari. Hanya saja di bercanda kadang sudah terlewat batas, tidak heran beberapa acara TV terpaksa ditutup dan dihentikan karena bercanda yang keterlaluan dan diluar batas serta melecehkan person tertentu. Tentu ini tidak baik bagi pendidikan generasi dan masyarakat
Apalagi tema yang laris manis adalah tema-tema mengolok-ngolok atau agak berbau (maaf) “porno”. Yang lebih bahayanya lagi, agama juga dijadikan bahan lelucon dan olok-olok. Padahal masih banyak bahan bercanda yang lain yang bisa digunakan untuk bercanda.
Berikut adab-adab dalam bercanda:
Pertama:
Terkadang bercanda bisa membuat orang lain sakit hati padahal kita tidak berniat untuk menyakiti harinya, hanya sekedar bercanda. Karenanya harus berhati-hati. Sebagaimana kisah bercandanya Rasulallah shallallahu ‘alaihi wassalam kepada seorang nenek tua, beliau mengatakan bahwa tidak ada nenek-nenek di surga, sehingga nenek tersebutpun pergi dengan sedih dan tentunya beliau segera memanggil dan menjelaskan yang sebenarnya. Bisa dilihat pada hadits berikut.
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: أَتَتْ عَجُوزٌ إِلَى النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-، فَقَالَتْ: (يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ) فَقَالَ: يَا أُمَّ فُلاَنٍ، إِنَّ الْجَنَّةَ لاَ تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ. قَالَ: فَوَلَّتْ تَبْكِي فَقَالَ: (( أَخْبِرُوهَا أَنَّهَا لاَ تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ : { إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا عُرُبًا أَتْرَابًا }
Diriwayatkan dari Al-Hasan radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Seorang nenek tua mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nenek itu pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar Dia memasukkanku ke dalam surga!’ Beliau pun mengatakan, ‘Wahai Ibu si Anu! Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua.’ Nenek tua itu pun pergi sambil menangis. Beliau pun mengatakan, ‘Kabarkanlah kepadanya bahwasanya wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua. Sesungguhnya Allah ta’ala mengatakan: (35) Sesungguhnya kami menciptakan mereka (Bidadari-bidadari) dengan langsung. (36) Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. (37) Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqi’ah)[1]
Kedua:
Ketika bercanda jangan sampai berdusta, bercanda dengan berita yang bohong atau tidak benar, meskipun yang disekitarnya senang dan bahagia. Di zaman sekarang bercanda terkadang keterlaluan, sampai berdusta dan mengarang cerita yang bohong. Ini sering dilakukan oleh pelawak-pelawak untuk melariskan “dagangannya”. Ini ada ancamannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda
وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
“Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.”[2]
Ketiga:
Tidak boleh bercanda dalam urusan agama khususnya mengolok-ngolok. Misalnya: ketika membaca Al-Fatihah “waladhoompet” di jawab “aambiill”
“Mengatakan kambing pada orang yang menjalankan sunnah memelihara jenggot”
“Mengatakan “ninja” pada wanita yang menerapkan sunnah cadar”
Bahan untuk bercanda masih sangat banyak dan beragam, jangan memakai agama sebagai bahan bercanda dan mengolok-ngolok. Ini yang paling berbahaya dalam bercanda atau bermain-main.
Sebagaimana firman Allah ,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ () لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“ (Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (66) Tidak usah kamu minta maaf, Karena kamu kafir sesudah beriman. jika kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (At-Taubah : 65-66)
Keempat:
Tidak dalam bercanda melakukan ghibah dan olok-olok, membicarakan kejelekan orang lain ketika bercanda atau malah menggunakan kejelekan, cacat dan kekurangan orang lain untuk bercanda dan bahan candaan. Ini terkadang sudah lumrah, akan tetapi ini bukanlah ajaran dan adab Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat: 11)
Kelima:
Memang, bercanda itu membuat senang pelaku atau beberapa orang yang menikmati, tapi terkadang bercanda seperti “mengerjai” bukan termasuk adab Islam. Tidak boleh bercanda dengan mengambil barang, sekedar menyembunyikan agar dia takut, atau bercanda untuk menakut-nakuti orang lain. Ini juga sudah lumrah dan sudah dianggap biasa oleh masyarakat kita. Dan juga sudah banyaknya acara “mengerjai”, acara televisi untuk membuat seseorang dimain-mainkan bahkan ditakut-takuti. Ini semua dilarang dalam adab Islam. Walaupun orang yang “dikerjai” nampaknya senang , akan tetapi kita tidak tahu bagaimana kepanikannya dan kesusahannya ketika dikerjai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا
“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.”
Beliau juga bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.”[3]
@Pogung Dalangan, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB dan follow twitter
Add Pin BB www.muslimafiyah.com kedua 7C9E0EC3, Grup telegram Putra (+6289685112245), putri (+6281938562452)
[1] HR At-Tirmidzi dalam Syamaa-il-Muhammadiyah no. 240. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Mukhtashar Syamaa-il dan Ash-Shahiihah no. 2987).
[2] HR Abu Dawud no. 4990. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Shahih Targhib wat-Tarhiib no. 2944).
[3] HR Abu Dawud no. 5004, . Syaikh Al-Albani berkata, “Shahih.” (Shahih Sunan Abi Dawud)