Diet Hukum Asalnya Perkara Dunia, Jangan Bawa-Bawa Agama Atau Rasulullah Jika Tidak Ada Dalilnya
[Rubrik: Faidah Ringkas]
Urusan diet dan makanan atau program diet untuk menurunkan berat badan merupakan urusan duniawi yang asalnya mubah dan halal. Para ulama memberikan kaidah,
اَلأَصْلُ فِي اْلأَطْعِمَةِ وَالأَشْرِبَةِ اْلإِبَاحَةُ
“Hukum asal makanan dan minuman adalah mubah.”
Diantara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS Al-Baqarah: 168)
Perkara duniawi pada asalnya tetap perkara duniawi, tidak boleh mengatasnamakannya sebagai ajaran Islam, sunnah, “ala Rasulullah” atau mengesankan sebagai ajaran diet Nabi, jika tidak ada dalilnya. Para ulama sebelum kita juga tidak pernah menisbatkan pola diet tertentu sebagai ajaran Nabi, hendaknya kita jangan menjadi orang pertama yang mengatakannya. Imam Ahmad berkata,
إيَّاكَ أنْ تتكلمَ في مسألةٍ ليسَ لكَ فيها إمامٌ
“Jauhilah berbicara dalam satu permasalahan yang engkau tidak memiliki pendahulunya.” (Siyar A’lamin Nubala’, 11/296)
Jadi, kalau tidak ada dalilnya, tidak pula ada ulama pendahulu kita yang menisbatkannya sebagai ajaran Nabi, maka jangan kita mengesankannya sebagai ajaran Nabi.
Jika memang itu pengobatan Arab Klasik maka cukup katakan sebagai pengobatan Arab Klasik dan jangan sandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengesankan ajaran beliau. Jika itu pengobatan Cina (Shinse), maka jelaskan itu adalah pengobatan Cina pula.
Demikian pula jika diet itu adalah penemuan/kreasi seseorang maka cukup sandarkan kepadanya semisal “diet ala fulan”. Menyandarkan pola diet tertentu kepada seseorang atau kepada kaum seperti pengobatan Cina, pengobatan Arab, lebih ringan perkaranya daripada menyandarkannya kepada Nabi dan agama.
Kita justru senang apabila ada pola diet tertentu yang dipelopori oleh seorang muslim yang memang ahli dan valid, bahkan kita akan bantu menyebarkannya. Namun cukup sandarkan kepadanya penemunya, bukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada asalnya semua bentuk pengobatan itu baik asalkan memang valid dan dilakukan oleh ahlinya, bukan sekedar klaim dan pseudo sains yang seolah-olah ilmiah atau bahkan dianggap sebagai metode nabawiyah padahal tidak ada dalilnya.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)