Nasi Anugerah yang Terdzhalimi?
[Rubrik: Faidah Ringkas]
Sebagian orang kita jumpai memiliki prinsip yang ketat dalam masalah makanan. Dia memakan makanan tertentu namun menjauhi makanan tertentu. Alasan yang melandasinya tentu beraneka ragam. Sebenarnya masing-masing orang bebas untuk berprinsip, tetapi kalau akhirnya mengajak orang lain mengikuti prinsipnya, tentu perlu didiskusikan lebih lanjut, apakah jalan yang diambilnya benar atau tidak.
Dari sekian banyak jenis orang tersebut, diantara mereka ada yang memilih prinsip untuk “tidak makan nasi”. Alasannya karena nasi menjadi penyebab utama penyakit diabetes dan bahaya kesehatan lainnya. Ada pula yang bawa-bawa agama, beralasan bahwa mestinya nasi diganti dengan kurma.
Apakah alasan-alasan tersebut benar atau sekedar klaim? Kita akan coba menjawabnya dari dua perspektif, yaitu perspektif syariat dan medis.
Perspektif Syariat
Pada dasarnya, jenis makanan dan pola makan yang baik adalah disesuaikan dengan kebiasaan kaumnya, selama makanan tersebut tidak menimbulkan bahaya dan melanggar syariat. Demikianlah arahan dari syariat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
فَسُنَّتُهُ فِي ذَلِكَ تَقْتَضِي أَنْ يَلْبَسَ الرَّجُلُ وَيَطْعَمَ مِمَّا يَسَّرَهُ اللَّهُ بِبَلَدِهِ مِنْ الطَّعَامِ وَاللِّبَاسِ . وَهَذَا يَتَنَوَّعُ بِتَنَوُّعِ الْأَمْصَارِ
“Sunnah dalam hal ini adalah hendaknya seseorang memakai pakaian dan memakan apa yang telah Allah mudahkan (tersedia) di negerinya/kaumnya berupa makanan dan pakaian. Hal ini berbeda-beda seusai dengan (keadaan) negerinya.” (Majmu’ Fatawa, 22/310)
Makanan yang sesuai dengan kebiasaan kaum adalah makanan pokok. Disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا
“Barangsiapa yang di pagi hari dalam keadaan aman pada jiwanya, sehat pada tubuhnya, dan padanya terdapat kebutuhan pokok harinya, maka seakan-akan telah dikumpulkan baginya dunia dengan seluruh sisi-sisinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346)
Definisi “Quut” secara bahasa,
القُوتُ : رزق؛ ما يأكُلُه الإنسان ويعيش به
“Quut adalah apa yang dimakan oleh manusia dan dapat hidup dengannya.”
Atau dalam definisinya yang lain,
قوت ما يسد الجوع
“Quut adalah apa yang bisa menahan/mengobati lapar.”
Berdasarkan definisi di atas, makanan pokok adalah yang bisa menahan lapar dan mengobati gejala-gelaja lapar seperti lemas, keringat dingin, dll. Makanan pokok setiap tempat bisa berbeda-beda, sesuai dengan sumber makanan yang tersedia dan perutnya telah terbiasa mengonsumsi itu secara rutin sejak kecil.
Sebagai contoh, orang Arab badui terbiasa hanya makan kurma dan susu, itu sudah membuat mereka kenyang dan hidup. Sedangkan orang Indonesia tentu tidak cukup, makan kurma saja membuatnya masih lapar, merasa lemas, bahkan keringat dingin, dll. Demikian juga orang Eropa dan Syam yang terbiasa makan roti gandum. Sehingga quut atau makanan pokok orang Indonesia adalah nasi.
Perspektif Medis dan Kesehatan
Untuk memperjelas pembahasan ini dari perspektif medis, kami akan membawakannya dalam bentuk tanya jawab.
Pertama: Apakah nasi bikin gemuk?
Jawabannya tidak. Sebenarnya yang bikin gemuk bukan nasi dan gula, melainkan kalori yang berlebihan. Kandungan kalori pada nasi per piring rata-rata hanya 200an kalori saja, malah kalori es krim, minuman boba, dan berbagai snack ringan itu yang kalorinya tinggi yaitu 300-500 kalori.
Kedua: Apakah nasi tidak boleh dimakan oleh orang yang hendak diet menurunkan BB?
Jawabannya boleh saja, kami sendiri sudah membuktikan bagaimana diet tanpa adanya pantangan sama sekali. Yang diatur hanyalah pola makanannya, dikombinasikan dengan olahraga dan metode intermittent fasting.
Ketiga: Apa benar makan nasi bikin diabetes dan mengundang berbagai penyakit berbahaya lainnya?
Jawabannya tentu tidak, penyebab diabetes itu adalah pola hidup yang tidak sehat, bukan salah nasi. Bahkan sepemahaman kami, penyebabnya adalah karena malas olahraga ditambah makan makanan yang terlalu manis dan tinggi gula.
Keempat: Infonya nasi itu indeks glikemiknya tinggi sehingga bahaya dan bikin cepat lapar.
Jawabannya, benar indeks glikemik nasi agak tinggi, tetapi semata itu tidak menjadi penyebab penyakit. Bahkan apabila nasi dikombinasikan dengan makanan-makanan berserat tinggi seperti sayur, daging, akan bisa mengurangi indeks glikemik sehingga membuat tidak cepat lapar. Justru inilah yang dipraktekkan oleh penduduk Indonesia saat ini dan menjadi program Kemenkes dengan tema “Isi Piringku”.
Selain itu, coba kita tengok (maaf) makanan para petani atau tukang bangunan yang banyak menggunung di piringnya, yang kemudian dikenal dengan “nasi porsi kuli”. Lihatlah bagaimana badan mereka? Apakah gemuk? Apakah mereka cepat capek? Bahkan mereka sangat kuat dan punya badan yang bagus.
Jadi, jangan lagi menyalahkan nasi dengan berkata, “Gara-gara makan nasi dan gula, BB ku naik.” Padahal dia tidak pernah olahraga dan puasa terakhir Ramadhan tahun lalu. Hargailah orang-orang Indonesia di luar sana yang pontang-panting bekerja keras “demi sesuap nasi”.
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)