Bimbingan IslamFaidah Ringkas

Salah Kaprah: Semua Harta Suami adalah Harta Istri dan Suami Menanggung Dosa Istri

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Ketika seorang lelaki memutuskan menikah dengan seorang wanita, banyak orang mengira status suami istri tersebut membuat harta di antara keduanya tidak ada lagi pembatas. Para istri menganggap harta milik suami adalah secara otomatis milik istri pula, dia bebas menggunakannya seenak hatinya.

Anggapan semacam ini adalah keliru dan perlu diluruskan. Yang benar adalah dalam harta suami terdapat sebagian hak istri, bukan harta suami adalah harta istri, kedua kalimat ini sangatlah berbeda. Hak itulah yang dimaksud dengan nafkah, sebagian harta suami yang digunakan untuk membiayai kebutuhan istrinya, demikian pula kebutuhan anak-anaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

“Wajib bagi kalian (para suami) memberikan rizki (makanan) dan pakaian dengan ma’ruf kepada mereka (para istri).” (HR. Muslim 1218)

Menafkahi istri termasuk amalan yang berbuah pahala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

“Dan sesungguhnya, tidaklah Engkau menafkahkan sesuatu dengan niat untuk mencari wajah Allah, melainkan Engkau diberi pahala dengannya, sampai apa yang Engkau berikan ke mulut istrimu akan mendapat ganjaran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Infak (baca: nafkah) kepada istri dan anak menjadi prioritas bagi suami dalam menggunakan hartanya selain untuk dirinya. Setelah itu baru lah dia gunakan untuk infak kepada yang lain, ke masjid, ke orang miskin dan anak yatim, serta ke para kerabatnya.

Adapun di luar dari nafkah yang ditunaikan suami adalah milik suami yang tidak ada hak bagi istri untuk menggugatnya. Sedangkan harta istri adalah murni miliknya, suami sama sekali tidak ada hak untuk menggunakannya tanpa seizin istrinya.

Oleh karena itu, jika suami dan istri masing-masing memiliki harta pribadi, hendaknya diperjelas sejak awal mana bagian suami mana bagian istri. Demikian pula, seandainya mereka memiliki bisnis bersama, hendaknya diperjelas saham masing-masing keduanya, agar tidak berujung masalah saat pembagian warisan nanti ketika mereka wafat atau qadarullah ketika mereka harus bercerai.

Suami Menanggung Dosa Istri?

Kekeliruan lain yang sering disalahpahami oleh banyak orang adalah menganggap bahwa suami menanggung dosa istri. Ketika istri tidak shalat, berkata dusta, membuka aurat di depan orang lain, maka suami akan menanggung dosanya. Ini adalah pemahaman yang keliru, karena manusia satu dengan yang lain masing-masing bertanggung jawab atas dosa dan kemaksiatan yang dilakukannya. Hal ini telah jelas dalam Al-Quran, Allah berfirman,

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةࣱ وِزۡرَ أُخۡرَىٰ

“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS Fatir: 18)

Hanya saja, seorang suami bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya, dan akan ditanyai tentang perilaku mereka. Sebagai kepala keluarga, dia bisa kecipratan dosanya jika membiarkan istri atau anaknya bermaksiat. Adapun jika dia sudah menasihati mereka secara maksimal, maka lepas lah tanggung jawabnya, selebihnya akan ditanggung oleh istri dan anaknya sendiri.

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button