Tidak Terlarang Memberi Ucapan Selamat ‘Ied pada Malam ‘Ied/ Sebelum Shalat ‘Ied

Ada beberapa pendapat ulama yang menyatakan tidak ada asalnya mengucapkan “selamat ’ied” atau “selamat hari raya” sebelum hari ’ied. Ucapan “selamat ’ied” harus pada hari raya.
Mereka berpendapat karena ini dzahir perbuatan sahabat yang saling mengucapkan “selamat ’ied” setelah shalat ’ied.
ﻭﺫﻛﺮ ﺍﺑﻦ ﻋﻘﻴﻞ ﻓﻲ ﺗﻬﻨﺌﺔ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ، ﻣﻨﻬﺎ، ﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺯﻳﺎﺩ، ﻗﺎﻝ: ﻛﻨﺖ ﻣﻊ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﷺ، ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﺇﺫﺍ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻳﻘﻮﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻟﺒﻌﺾ: ﺗﻘﺒﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻨﺎ ﻭﻣﻨﻚ
Ibnu Aqil menyebutkan beberapa riwayat hadits. Di antaranya dari Muhammad bin Ziyad; beliau mengatakan, “Saya pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili dan beberapa sahabat lainnya radhiallahu ’anhu. Setelah pulang dari shalat ’ied, mereka saling memberikan ucapan: ‘Taqabbalallahu minna wa minkum’.” [1]
Berdasarkan hal ini sebagian orang tidak setuju dengan ucapan “selamat ’ied” sebelum shalat ’ied, semisal pada malam hari sebelum shalat ’ied esoknya.
Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata,
ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﻼﻡ، ﻫﺬﻩ ﻳﺮﻭﺟﻮﻫﺎ ﻭﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻟﻪ ﺃﺻﻼ، ﻓﺎﻟﺘﻬﻨﺌﺔ ﻣﺒﺎﺣﺔ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻌﻴﺪ، ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻣﺒﺎﺣﺔ، ﺃﻣﺎ ﻗﺒﻞ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻓﻼ ﺃﻋﻠﻢ ﺃﻧﻬﺎ ﺣﺼﻠﺖ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻭﺃﻧﻬﻢ ﻳﻬﻨﺌﻮﻥ ﻗﺒﻞ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻌﻴﺪ، ﻛﻴﻒ ﻳُﻬَﻨَﺄ ﺑﺸﻲﺀ ﻟﻢ ﻳﺤﺼﻞ؟
“Saya tidak tahu ucapan ini (ucapan selamat sebelum hari ’ied), yang sering terjadi ini saya tidak tahu asalnya. Ucapan selamat boleh pada hari ’ied atau setelah ’ied. Adapun sebelum hari ’ied, maka saya tidak tahu bahwa ini dilakukan oleh para salaf di mana mereka saling memberikan selamat sebelum hari ’ied. Bagaimana bisa memberikan ucapan selamat padahal belum terjadi?” [2]
Akan tetapi, ada pendapat ulama lainnya yang menyatakan bahwa ucapan “selamat ’ied” boleh sebelumnya karena merupakan perkara adat dan manusia biasa saling mengucapkan selamat di zaman ini.
Asy-Syarwani Asy-Syafi’i berkata,
ﻻ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻨﻪ ﺃﻳﻀﺎً ﺇﺫﺍ ﺟﺮﺕ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﺑﺬﻟﻚ؛ ﻟﻤﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﺘﻮﺩﺩ ﻭﺇﻇﻬﺎﺭ ﺍﻟﺴﺮﻭﺭ، ﻭﻳﺆﻳﺪﻩ ﻧﺪﺏ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻌﻴﺪ
“Tidak ada larangan (mengucapkan selamat ’ied sebelum waktunya) apabila adatnya berlaku seperti itu, karena maksudnya adalah menimbulkan rasa cinta dan menampakkan rasa senang. Diperkuat juga dengan sunnah takbir pada malam ’ied-nya.” [3]
Demikian juga pendapat Syaikh Al-’Utsaimin bahwa ini adalah perkara adat. Beliau berkata,
ﺍﻟﺘﻬﻨﺌﺔ ﺑﺎﻟﻌﻴﺪ ﻗﺪ ﻭﻗﻌﺖ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ـ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ـ ﻭﻋﻠﻰ ﻓﺮﺽ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻢ ﺗﻘﻊ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﺍﻵﻥ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺍﻋﺘﺎﺩﻫﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ، ﻳﻬﻨﺊ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﻌﻀﺎً ﺑﺒﻠﻮﻍ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻭﺍﺳﺘﻜﻤﺎﻝ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﻡ
“Ucapan selamat ’ied telah dilakukan oleh sebagian sahabat radhiallahu ’anhum. Secara wajibnya ini tidak dilakukan. Pada zaman sekarang, hal ini merupakan perkara adat yang menjadi kebiasaan manusia. Saling memberikan ucapan selamat satu dengan yang lainnya dengan sampainya ’ied dan sempurnanya puasa dan shalat malam.” [4]
Kesimpulan:
Tidak terlarang memberikan “ucapan selamat ’ied” pada malam ’ied sebelum shalat ’ied besok harinya.
@ Kereta Api Perjalanan Jogja – Cileungsi
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Catatan kaki:
[1]: Al-Mughni 2:250; As-Suyuthi mengatakan, “Sanadnya hasan.”
[2]: Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=145740
[3]: Hawasyi Asy-Syarwani ’ala Tuhfatil Muhtaj 2/57
[4]: Majmu’ Fatawa no. 1319