Menghadapi Pasangan Ibarat Rujak
[Rubrik: Sekedar Sharing]
Berikut nasihat kepada pengantin baru atau – bisa juga – untuk pasangan yang telah lama menikah.
Bagi suami istri yang baru saja menikah. Pekan-pekan awal mungkin akan merasakan manisnya pasangan, setelah beberapa pekan berlalu barulah dia merasakan pedasnya, asamnya, manisnya, asinnya, kecutnya, sampai pahitnya.
Mengenal pasangan tidak serta merta dalam semalam langsung kenal seutuhnya. Perlu waktu dan proses sampai mengenal seluk beluknya secara mendalam. Mungkin di pekan-pekan awal – karena masih hanyut dalam suasana bahagia pernikahan, masing-masing – baik suami maupun istri – akan merasakan indahnya romansa kebersamaan semanis madu. Kesalahan atau kekurangan pasangan masih tertutupi oleh letupan api asmara yang sedang menggelora.
Seiring dengan bergulirnya waktu, letupan-letupan itu akan semakin meredup, lembaran-lembaran hari bersama pasangan semakin tersingkap. Sifat dan watak asli semakin terlihat jelas hakikatnya. Pada saat itulah sebenarnya perkenalan terhadap pasangan dimulai. Suami, demikian halnya juga istri, semakin menyadari watak pasangannya ibarat rujak, bukan hanya manis, namun juga kadang pedas, asam, asin, bahkan pahit.
Semua rasa itu, seiring dengan berkurangnya letupan api asmara, jika dihadapi dengan penolakan dan ketidaksabaran, bahtera rumah tangga yang sedang berjalan bisa terancam karam. Kesalahan dan kekurangan pasangan walaupun kecil bisa menjadi pemicu retaknya bahtera.
Lain halnya apabila dihadapi dengan penerimaan dan kesabaran, bahtera akan semakin kokoh, suami dan istri akan semakin kompak, satu sama lain saling mengisi kekurangan masing-masing. Keduanya saling bekerja sama, mereka jeli melihat potensi rusaknya bahtera, sehingga keduanya aktif mencegah hal-hal yang menjadi penyebab retaknya bahtera yang semakin membesar. Mereka rajin menambal retakan-retakan kecil itu dengan kata-kata cinta yang tulus, perhatian-perhatian kecil yang sederhana, dan berusaha saling memberi bukan saling menuntut.
Baca Juga: Hikmah Perbedaan Karakter Laki-laki & Perempuan
Untuk memperkuat bahtera, suami harus mempergauli istrinya dengan cara yang baik. Memperlakukannya sebagaimana Islam meletakannya di posisi yang mulia, tidak merendahkannya dan meremehkannya. Allah berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik.” [An-Nisa: 19]
Bahkan baiknya pergaulan seorang suami terhadap istrinya menjadi salah satu parameter baiknya keimanannya, Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا، أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُهُمْ خِيَارُهُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya, dan sebaik-sebaik mereka ialah yang baik akhlaknya kepada istrinya.”
Ayat dan hadits di atas seolah menjadi isyarat kepada para suami untuk menyiapkan kesabaran yang ekstra, karena pada dasarnya mempergauli istri dan berakhlak yang baik kepadanya tidaklah mudah. Perlu usaha yang keras dan – tentunya – butuh taufik dari Allah Ta’ala. Bagaimana tidak? secantik-cantiknya seorang istri, atau sepintar-pintarnya ia, ia tercipta dari tulang rusuk yang bengkok, yang sewaktu-waktu pasti akan keluar kebengkokkannya. Bisa jadi berupa kecemburuannya, kelabilan emosinya, cerewetnya, atau bahkan diamnya saja bisa menjadi pemicu ketidaksabaran suami.
فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ
“Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.” [HR. Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468]
Oleh karena itu, demi langgengnya bahtera rumah tangga, suami harus aktif meningkatkan kesabarannya dan banyak mengalah dalam rangka mendidik untuk meluruskan bengkoknya.
Baca Juga: Wahai Suami, Segeralah Pulang ke Rumah
Dan istri, jangan sampai karena “hadits bengkok” tersebut, lantas ia berbuat sekehendaknya dan menjadikan kebengkokkannya sebagai pembenaran perilakunya. Apabila ia menyadari telah berbuat kesalahan, minta maaflah kepada suami, biar bagaimanapun, -dengan segala kekurangannya- ia telah menyerahkan jiwa raganya untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami.
Sebelum menuntut kesempurnaannya, pandai-pandailah mengukur dan menyadari keterbatasan diri, jangan sampai menuntutnya menjadi sempurna namun tak pernah berusaha untuk memberi.
Kembali ke permisalan rujak. Nikmatnya rujak itu tersusun dari berbagai rasa, jika hanya satu rasa saja maka akan hambar, membosankan dan tidak nikmat tentunya. Jalanilah kebersamaan dengan pasangan dengan semua macam rasanya. Jadikan kesabaran dan penerimaan sebagai wadah untuk menampung rasa-rasa itu. Nikmatilah dan berbahagialah …
Semoga Bermanfaat :)
Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Masya Allah