Jangan Remehkan Nifaq Asghar
[Rubrik: Sekedar Sharing]
Nifaq asghar (kemunafikan kecil) disebut juga dengan nifaq ‘amali, karena kemunafikan ini berkaitan dengan perbuatan (amal). Barangsiapa yang melakukan perbuatan nifaq ini, maka ada pada dirinya sifat orang-orang munafik, namun belum mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Akan tetapi, jika nifaq asghar ini terus-menerus dilakukan tanpa ada keinginan bertaubat, dikhawatirkan bisa mengantarkan kepada nifaq akbar (kemunafikan besar) atau yang disebut juga dengan nifaq i’tiqadi (keyakinan) yang mengeluarkan dari Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Terdapat empat perkara yang jika semuanya ada pada diri seseorang, maka jadilah dia orang munafik tulen dan jika ada pada dirinya salah satunya, maka dia memiliki sifat kemunafikan, sampai dia meninggalkannya, (yaitu): (1) jika berbicara, dia berdusta; (2) jika membuat perjanjian, dia melanggarnya; (3) jika membuat janji (untuk berbuat baik kepada orang lain, pen.), dia menyelisihi janjinya; dan (4) jika bertengkar (berdebat), dia melampaui batas.” (HR. Bukhari no. 34 dan Muslim no. 59)
Sehingga nifaq asghar jika jenisnya banyak dan dilakukan secara terus-menerus, hal itu bisa mengantarkan kepada nifaq akbar.
Kaedah tersebut juga berlaku pada kesyirikan. Syirik asghar tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam tetapi jika dilakukan terus menerus, menganggapnya remeh, dan tidak ada keinginan bertaubat, maka hal itu bisa mengantarkan kepada syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam.
Demikian pula maksiat yang dilakukan terus menerus tanpa ada rasa penyesalan dan perlawanan, maka dikhawatirkan bisa menjadi sarana menuju su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek). Dimana dia terus menerus dalam keadaan berlumuran dosa sampai maut menjemput sebelum bertaubat. Semoga Allah mematikan kita dalam keadaan husnul khatimah dan menjauhkan kita dari su’ul khatimah.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)