Permisalan Percakapan tentang Vaksin

A: Vaksin itu konspirasi Yahudi dan agenda depopulasi hanya untuk umat Islam. Non-Muslim tidak ada yang divaksin. #PokoknyaNoVaksin
B: Yang menemukan konsep vaksin varicella pertama kali di dunia adalah ilmuwan Islam Ar-Razi, dan disempurnakan oleh ilmuwan Turki pada masa Khilafah Utsmaniyah. Vaksin Indonesia bukan buatan Yahudi, tapi produksi dalam negeri (Bio Farma) dan diekspor ke berbagai negara Asia serta negara-negara Islam. Bahkan di beberapa negara Islam, vaksin diwajibkan—anak yang tidak divaksin tidak boleh sekolah.
A: Justru itu, kenapa hanya diekspor ke negara-negara Islam? Ini kan konspirasi untuk melemahkan umat Islam.
B: Bio Farma juga mengekspor ke negara non-Muslim, bahkan sebagian negara Eropa, Australia, dan Amerika mewajibkan vaksin pada penduduknya. Di Australia, anak yang tidak divaksin tidak boleh sekolah.
A: Vaksin kan semua mengandung babi, ya jelas haram.
B: Mayoritas vaksin tidak memakai babi. Program pemerintah hanya mencakup vaksin MR dan polio (IVP). Yang menggunakan bahan babi adalah vaksin polio, itupun hanya sebagai katalisator dan pada hasil akhirnya tidak mengandung unsur babi. Mohon jangan digeneralisasi seolah semua vaksin mengandung babi.
A: Pokoknya saya mau minta pendapat ulama. Babi kan haram.
B: Fatwa Majma’ Fiqh al-Islami oleh 22 negara Islam membolehkan vaksin yang menggunakan enzim katalisator dari babi karena pada hasil akhirnya tidak mengandung babi, dengan kaidah istihalah dan istihlak. Bahkan fatwanya mendorong vaksinasi polio. Masih banyak fatwa ulama internasional lainnya.
A: Itu kan fatwa luar negeri. Saya maunya fatwa dan arahan MUI tentang vaksin yang pakai bahan babi. Kita kan tinggal di Indonesia.
B: MUI berfatwa bahwa haram memakai bahan dari babi, tetapi kesimpulannya mubah karena darurat.
A: Nah, itu dia. Pokoknya lihat poin haramnya, jangan lihat kesimpulannya.
B: Ada banyak fatwa yang secara hukum asal haram tapi menjadi boleh karena darurat. Yang diambil adalah kesimpulan hukumnya (boleh karena darurat). Misalnya, wanita yang periksa ke dokter laki-laki karena darurat. Yang dipakai adalah kesimpulan bolehnya, bukan haramnya saja.
A: Darurat terus alasannya. Memangnya di mana daruratnya vaksin? Menurut saya, aman-aman saja. Kok darurat?
B: MUI menyatakan darurat. Ahli kesehatan juga menyatakan darurat. Kalau ulama dan ahlinya sudah berpendapat, lalu siapa lagi yang kita pegang pendapatnya? Darurat itu karena wabah mulai muncul dan dapat menular sangat cepat serta penyakitnya berbahaya. Herd immunity sangat diperlukan saat ada wabah.
A: Buat apa vaksin, kan ada tahnik, imunisasi Islami. Pakai habbatus sauda, madu, dan ASI. Makan halal thayyibah.
B: MUI sudah menyatakan darurat, berarti saat ini vaksin adalah satu-satunya cara. Kalau tidak, MUI pasti sudah mengarahkan menggunakan yang Anda sebutkan. Lagipula, tahnik itu hikmahnya adalah memasukkan sesuatu yang manis ke mulut bayi. Tidak ada satu pun penjelasan ulama bahwa tahnik adalah imunisasi. Hati-hati menyandarkan sesuatu kepada Islam padahal tidak ada dalilnya.
A: Kenapa harus pakai babi? Apa tidak bisa pakai sapi atau kelinci? Ke mana saja ilmuwan Islam?
B: Saat ini, baik ilmuwan Muslim maupun non-Muslim terus meneliti agar vaksin tidak memakai bahan hewan, baik babi maupun sapi. Tapi penelitian ini butuh waktu belasan hingga puluhan tahun. Kita doakan agar segera ditemukan alternatifnya. Ini lebih baik daripada hanya bertanya “ke mana mereka.”
A: Apa tidak percaya imunitas alami tubuh? Allah menciptakan manusia sempurna. Apa ragu dengan kekuasaan Allah?
B: Kita memang punya imunitas alami untuk pertahanan umum, tapi tidak spesifik terhadap semua penyakit. Sahabat Abu Ubaidah yang dijamin masuk surga wafat karena wabah di Syam. Kita tetap bisa terkena infeksi seperti malaria, DBD, dan lainnya.
A: Menurut saya, vaksin haram. Bagi saya fatwa MUI harus disertai sertifikat halal.
B: Kemenkes sedang berusaha mengajukan sertifikat halal, tapi prosesnya butuh waktu. Misalnya vaksin MR buatan India (vaksin MR diimpor; mayoritas vaksin diproduksi sendiri). Aturan MUI menyatakan bahwa produsenlah yang harus mengajukan. Kemenkes sudah berusaha menjembatani, tapi ini urusan diplomasi internasional dan tidak bisa dipaksa cepat. Perlu diketahui, vaksin meningitis sudah mendapatkan sertifikat halal dari MUI, dan pemerintah Saudi mewajibkan vaksin ini untuk haji dan umrah.
A: Saya tetap pada pendirian saya. Saya antivaksin dan tidak akan vaksin.
B: Baiklah kalau begitu. Silakan Anda percaya dengan teori Anda. Kami hanya memberikan edukasi, tidak pernah memaksa harus vaksin, karena bukan wewenang kami sesama rakyat. Dalam beragama saja tidak boleh ada paksaan. Kami doakan Anda kebaikan yang banyak.
NOTE: Percakapan di atas hanya permisalan. Apabila Anda menemukan keserupaan di dunia nyata, bisa jadi memang menyerupai dunia nyata.
@ Yogyakarta tercinta
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel: www.muslimafiyah.com