Faidah RingkasMuamalah

Riba Bank & Pinjol Sekarang Lebih Kejam dari Riba Jahiliyah

[Rubrik: Faidah Ringkas]

Fenomena pinjol (pinjaman online) semakin hari semakin laku saja di tengah masyarakat. Berkat kemudahan yang ditawarkan, orang-orang yang berniat meminjam uang tanpa ribet tak perlu untuk berpikir panjang. Dua tiga kali klik melalui smartphone kita, maka tidak lama uang yang kita inginkan masuk ke rekening kita. Tak heran jika pelanggan pinjol ini tidak mengenal umur.

Tetapi tak ada yang untung tanpa resiko buntung. Sama halnya dengan bank, kedua-duanya menawarkan fasilitas peminjaman uang dengan bunga tertentu. Artinya, ketika kita meminjam uang melalui bank ataupun pinjol, maka keduanya akan menambahkan dalam daftar tagihan sejumlah tertentu melebihi dari jumlah uang yang kita pinjam.

Pada sisi itulah mengapa meminjam uang melalui bank dan pinjol, menjadi sangat berat dan beresiko buntung. Pada sisi itu pulalah mengapa transaksi tersebut tergolong sebagai perbuatan riba, yaitu ketika ada keuntungan tambahan yang didapat oleh pihak yang meminjamkan melebihi pinjaman uangnya kepada pihak yang meminjam. Berkenaan dengan hutang piutang, para ulama membuat kaidah,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا

“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan), maka itu adalah riba.” (Lihat Al Majmu’ Al Fatawa, 29/533)

Semua orang yang terlibat langsung dalam praktik riba, baik pemakan ribanya atau yang memberi makan dengan ribanya, semuanya terkena laknat. Laknat itu artinya jauh dari rahmat Allah. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba dan dua orang saksinya. Kedudukan mereka itu semuanya sama.” (HR. Muslim, no. 2995)

Asalnya transaksi hutang piutang adalah bentuk tolong menolong, tetapi jika dipersyaratkan adanya tambahan maka di situlah terjadi riba, dan hal ini merupakan tindakan memakan harta orang lain secara batil yang tidak diragukan lagi merupakan kekejaman dan kezhaliman.

Namun ada satu hal yang cukup mencengangkan yaitu riba di zaman jahiliyah ternyata tidak lebih kejam dari pada riba yang banyak dipraktikkan di zaman ini. Pada praktik riba jahiliyah, nominal hutang tidak akan bertambah sedikit pun jika pihak yang berhutang bisa melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo. Hutang akan berbunga jika pihak yang berhutang tidak bisa melunasi hutangnya tepat waktu lalu mendapatkan penangguhan waktu pembayaran melebihi tempo pertama. Sedangkan pada riba modern, sejak hutang jatuh tempo pertama sudah diwajikan membayarkan tambahan. Ketika masuk tempo kedua, maka tambahan akan semakin banyak lagi.

Misalnya, pinjam uang 1jt dengan tempo 1 bulan. Pada riba jahiliyah, jika bisa melunasi sebelum melebihi tempo maka tak ada tambahan, pengembalian tetap 1jt. Jika tidak bisa melunasi, maka pada bulan kedua baru hutang bertambah menjadi 1,2jt. Sedangkan pada riba modern, sejak awal meminjam telah ditetapkan 1 bulan pelunasan harus mengembalikan sejumlah 1,2jt.

Inilah yang membuat riba modern yang umumnya diterapkan oleh bank dan pinjol lebih kejam dari riba jahiliyah. Semoga Allah menjauhkan kita semua dari praktik riba yang terlaknat.

Artikel www.muslimafiyah.com
Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp.PK.
(Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button